Laporan Wartawan Tribun Jogja Ahmad Syarifudin
TRIBUNNEWS.COM, BANTUL - Bupati Bantul Drs Suharsono mengatakan, dirinya tidak akan meminta maaf perihal surat somasi yang dilayangkan atas nama warga RT 07, pemilik dan penghuni Pasar Tegalrejo, Gabusan Bantul.
Suharsono mengungkapkan, apa yang dilakukan sudah sesuai dengan prosedur.
"Saya tidak akan meminta maaf. Minta maaf apa. Saya utamakan sesuai prosedur. Jadi akan saya bikin tertib semuanya, sesuai aturan," kata dia, saat ditemui seusai meresmikan pasar seni dan Wisata Gabusan, Minggu (22/12/2019).
Surat somasi yang dilayangkan warga, pada 16 Desember lalu, dikatakan Suharsono secara resmi akan dijawab pada Senin (23/12) besok.
Ia mengatakan tidak akan meminta maaf karena puluhan warga yang saat ini menempati lahan di pasar Tegalrejo, Gabusan itu memang memiliki izin dari Gubernur.
Tetapi izin tersebut peruntukannya untuk pasar, bukan untuk bangunan dan tempat tinggal sehingga pihaknya berencana untuk menertibkan.
Suharsono mengatakan, dirinya tidak akan pernah melarang warga untuk tinggal di sana, seandainya memang mengantongi surat resmi, berupa kepemilikan tanah dan izin mendirikan bangunan (IMB).
"Kalau tidak ada izin mendirikan bangunan dan status tanahnya milik kas desa, mohon maaf akan saya buldozer," tegas dia.
Terlebih, berdasarkan pendataan yang telah dilakukan, dari sekitar 40an warga yang tinggal di sana, menurut Suharsono, hanya 10 orang saja yang merupakan warga asli dari Kabupaten Bantul dan lainnya adalah pendatang.
Mereka datang dan mendirikan bangunan dilahan yang sebelumnya diperuntukkan untuk pasar.
Karena itu Suharsono berencana untuk menertibkan sesuai aturan.
Menghidupkan kembali pasar Tegalrejo di Gabusan.
"Kita akan hidupkan kembali pasar Tegalrejo. Ini kan pasarnya mati. (Bangunan) Tidak ada pasarnya," kata dia.
ulia Reza Bastian, perwakilan warga RT 07 Gabusan yang melayangkan somasi mengatakan, dirinya bersama dengan warga tidak akan menentang perihal program penataan wilayah yang dicanangkan oleh Bupati Suharsono.
Jika program tersebut baik bahkan dirinya mengaku siap mendukung.
Namun yang disesalkan dia dan warga lainnya adalah pernyataan Bupati Suharsono yang dianggap tidak tepat apalagi diucapkan di ruang publik.
Tidak berdasarkan fakta dan data, bahkan cenderung fitnah.
"Kita bukan mempermasalahkan izin izin dan sebagainya, karena kita sudah memilikinya. Yang kita permasalahkan adalah pernyataan beliau yang tidak sesuai dengan fakta yang ada. Artinya ini menyangkut pencemaran nama baik atau fitnah," katanya.
Aulia menjelaskan, penggunaan tanah kas desa yang ditempati warga sudah sesuai berdasarkan Keputusan Desa Timbulharjo No.08/KD TB/1989 tanggal 6 Desember 1989 tentang Penggunaan Tanah Kas Desa dan Tanah Lungguh Seluas 1.2855 hektar untuk Pasar Desa Gabusan Timbulharjo, Sewon, Bantul.
Surat keputusan tersebut, menurut dia, sudah ditindaklanjuti dengan surat permohonan izin kepala desa setempat kepada Gubernur DIY pada 20 Desember 1989, serta Surat Permohonan Izin Bupati ke Gubernur DIY.
Kemudian pada tahun 1992, secara resmi keluar Surat Keputusan Gubernur DIY No. 6/12/KPTS/1992 tentang Pemberian Izin Penggunaan Tanah Kas Desa dan Tanah Lungguh seluas 1.2885 Hektar untuk Pasar Desa Gabusan, Timbulharjo, Sewon, Bantul.
Kalau izin penggunaan tanah kas tersebut sampai hari ini belum dicabut, maka semestinya izin berjalan terus tanpa batas waktu.
"Kecuali ada izin perubahan peruntukan yang baru," kata dia.
"Kekancingan atau perjanjian yang dimiliki warga itu layaknya surat kekancingan,"
Menurut Aulia, surat somasi yang dilayangkan warga, salah satu poinnya menjelaskan, apabila dalam waktu 7 hari surat tersebut tidak diindahkan.
Maka warga akan menempuh Jalur hukum dengan tuntutan pencemaran nama baik.
"Kita tetap menunggu sampai hari senin besok. Bila memang sampai batas waktu tidak ditanggapi, sesuai dengan keinginan warga yang terdampak, kita akan menempuh jalur hukum," kata dia. (TRIBUNJOGJA.COM)
Artikel ini telah tayang di Tribunjogja.com dengan judul Disomasi Warga, Bupati Bantul Tegaskan Tidak Akan Meminta Maaf