Dikutip dari Kompas.com, korban konflik harimau dan manusia di daerah Pagaralam dan Lahat, Sumatera Selatan bertambah menjadi empat orang.
Pejabat Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) Muda Badan Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Jawa Tengah, Budi Santoso menduga penyebab persinggungan antar hewan buas dengan manusia lantaran kerusakan ekosistem.
Menurut Budi ketika berbicara hewan buas tidak lepas dari ekosistem sebagai rumah mereka.
"Kalau mereka (binatang buas) keluar, pasti terjadi sesuatu, secara ekologis seperti itu," kata Budi saat dihubungi lewat sambungan telepon, Senin (23/12/2019).
Jika ekosistem binatang buas rusak maka secara naluri mereka akan mencari rumah yang baru.
"Rumahnya rusak dia akan pindah," lanjut Budi.
Baca: Selain Serangan Harimau Sumatera, Ini 4 Teror Hewan yang Pernah Hebohkan Indonesia
Budi melanjutkan, selain kerusakan ekosistem, berkurangnya cadangan makanan juga bisa menjadi penyebab hewan buas mendekat ke wilayah manusia.
Budi menambahkan kasus serangan hewan buas di wilayah Jawa tengah tergolong jarang terjadi.
"Selama ini aman-aman saja," bebernya.
Laporan terakhir yang diterima oleh BKSDA Jateng berupa serangan moyet ekor panjang di Kabupaten Temanggung pada awal Desember lalu.
Berdasarkan catatan BKSDA pada tahun 2018 juga pernah terpantau aktivitas macan tutul di dekat permukinan warga.
"Tahun lalu macan tutul di Gunung Lawu, tapi sudah aman," ujar Budi.
Macan tutul masih bisa ditemukan di beberapa wilayah Jawa Tengah, seperti Pulau Nusa Kambangan, Gunung Muria (Kabupaten Kudus), dan Cagar Alam Cabak (Kabupaten Blora).