News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Natal dan Tahun Baru 2020

Isu Larangan Natal di Dharmasraya, Komnas HAM: Ibadah itu Bukan Kejahatan dan Tak Ganggu Keamanan

Penulis: Ifa Nabila
Editor: Pravitri Retno W
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Komisioner Komnas HAM Choirul Anam membahas kabar pelarangan perayaan Natal di beberapa desa di Kabupaten Dharmasraya dan Sinjunjung, Sumatera Barat.

TRIBUNNEWS.COM - Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam angkat bicara soal isu pelarangan perayaan Natal di beberapa desa di Kabupaten Dharmasraya dan Sijunjung, Sumatera Barat.

Diduga pelarangan itu terjadi lantaran tidak adanya gereja yang dibangun resmi di wilayah itu karena jumlah jemaah yang tidak mencukupi.

Menanggapi hal itu, Choirul menegaskan bahwa setiap warga negara harusnya punya hak untuk beribadah lantaran itu bukanlah kejahatan dan tidak mengganggu keamanan.

Dilansir Tribunnews.com, hal itu diungkap Choirul dalam tayangan Apa Kabar Indonesia Malam unggahan kanal YouTube Talk Show tvOne, Senin (23/12/2019).

Choirul menganggap sebenarnya mayoritas masyarakat di daerah itu adalah orang-orang yang toleran.

Namun kemungkinan ada sekelompok masyarakat yang intoleran namun terlalu vokal.

"Sebenarnya, saya yakin masyarakat Minang, Padang, terus di dua kabupaten itu adalah masyarakat yang toleran," ujar Choirul.

"Mungkin ada orang yang jumlahnya sedikit yang komunikasinya kurang, sehingga terjadi seperti ini," sambungnya.

Choirul menegaskan kerukunan antarumat bergama adalah tanggung jawab kepala negara hingga kepala daerah.

Lantaran kebebasan tiap warga negara untuk bergama sudah dijamin dalam konstitusi.

"Ini tugas negara, mulai dari presiden, sampai Pak Camat, sampai Pak Lurah, sampai kepala desa untuk memastikan bahwa konstitusi kita itu bisa tegak lurus," tegasnya.

Lebih lanjut, Choirul menyebut ibadah bukanlah kejahatan atau sesuatu yang mengganggu sehingga harusnya diizinkan.

"Kan ini kan orang beribadah bukan sesuatu yang jahat. Orang beribadah juga bukan sesuatu yang mengganggu keamanan dan lain sebagainya," tuturnya.

Jika memang ada pihak yang tidak setuju dengan tata cara ibadah umat agama lain, maka ada dua cara menyelesaikan.

Yang pertama adalah dengan berdiskusi ketika konflik antaragama masih bersifat ringan.

"Kalau ada orang yang merasa tidak suka macam-macam, ya itu ada dua cara," kata Choirul.

"Kalau masih sebatas tidak sukanya dilontarkan dengan kata-kata dan juga kata-katanya tidak menyakiti, ya dialog," jelasnya.

Cara berikutnya adalah untuk konflik agama yang sudah menimbulkan kekerasan.

Maka permasalahan ini harus dibawa ke ranah hukum untuk diselesaikan.

"Tapi kalau sudah dengan tindakan kekerasan ya penegak hukum yang datang menyelesaikan itu," lanjutnya.

"Kalau tidak, wajah konstitusi kita adalah wajah yang gagal menjaga semangat toleransi di negeri ini," pungkasnya.

Ilustrasi perayaan Natal. Ornamen Natal 2019 dan Tahun Baru 2020 terpasang di kawasan Dunia Fantasi (Dufan), Taman Impian Ancol, Jakarta Utara, Sabtu (21/12/2019). (Warta Kota/Angga Bhagya Nugraha)

Komnas HAM Sebut Pelarangan Natal Tetap Terjadi

Sebelumnya, Choirul menanggapi kabar bahwa pelarangan merayakan Natal itu sebenarnya tidak benar terjadi.

Choirul memandang, meski kabar pelarangan merayakan Natal itu tidak disertai surat perintah resmi, namun tetap saja ada imbauan agar umat Kristen tidak merayakan Natal di sana.

"Memang, kalau kami menganggapnya memang ini ada pelarangan walaupun tidak harus bersifat formal begitu ya, tidak ada surat, macam-macam, tapi imbauan itu agar tidak merayakannya," ujar Choirul.

Choirul mengungkap penyebab dari kasus ini adalah tidak adanya gereja yang berdiri tetap secara resmi di dua kabupaten itu.

"Memang akar masalahnya adalah soal rumah ibadah, lah ini yang menurut kami memang harus ada jalan keluar," ungkapnya.

Ia kemudian menyinggung soal Peraturan Bersama Menteri (PBM) antara Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri mengenai pendirian rumah ibadah.

Diketahui, dalam PBM tahun 2006 itu terdapat batas minimal penganut suatu agama, yakni 90 orang, dan baru akan diizinkan membuat rumah ibadah.

Dari peraturan itu, Choirul menyebut jika memang penganut Kristiani di wilayah itu belum mencapai batas minimal, maka seharusnya ada rumah ibadah sementara.

Rumah ibadah itu juga tak serta merta berdiri, melainkan berdasarkan persetujuan kepala daerah.

"Dalam PBM dua menteri itu, jalan keluarnya sederhana kok," kata Choirul.

"Yang pertama kalau memang tidak mencukupi kuota, ya bikin rumah ibadah sementara, dan itu diskresial oleh kepada daerah," sambungnya.

Choirul menyayangkan sebenarnya kasus seperti ini harusnya sudah lama selesai dan tak perlu berlarut-larut.

"Harusnya situasi begini sudah (lama selesai), ini kan terjadi terus-menerus nih," katanya.

Choirul juga menyorot sampai kapan permasalahan kurangnya jumlah penganut agama ini menjadi konflik.

Padahal kebebasan setiap warga negara untuk memeluk agama sudah dijamin dalam konstitusi.

"Ada klausul dalam PBM dua menteri itu yang mengatakan ada kebutuhan nyata," kata Choirul.

"Mau sampai kapan orang yang punya (agama dibatasi haknya)? Setiap orang dengan agamanya dan kepercayaannya masing-masing punya itikad baik ketika dia mau merayakan, mau beribadah," tegasnya.

"Itu kan harusnya difasilitasi. Mau sampai kapan atas nama rezim administrasi mereka tidak bisa menjalankan agamanya?"

Kasubbid Pengembangan Dialog dan Multikultural PKUB Kemenag Paulus Tasik Galle mengungkap fakta terkait isu pelarangan untuk merayakan Hari Raya Natal di beberapa desa di Kabupaten Dharmasraya dan Sijunjung, Sumatera Barat. (YouTube Talk Show tvOne)

Kemenag Sebut Tak Ada Larangan

Sebelumnya dalam wawancara itu, Paulus menyebut pihak Kementerian Agama langsung mendatangi wilayah Dharmasraya dan Sijunjung.

Paulus menjelaskan bahwa konotasi dari kata pelarangan memang ujung-ujungnya membuat kebebasan hak jadi dipertanyakan.

Kabar pelarangan merayakan Natal itu membuat hak warga negara untuk beragama dalam konstitusi dipertanyakan.

"Memang, mendengar kata larangan atau dilarang, atau melarang, itu lalu memang mengantar kita pada satu diskusi konsep mengenai kebebasan," ujar Paulus.

"Dan kebebasan ini memang di dalam konstitusi kita memang dijamin sepenuhnya. Kebebasan beragama misalkan."

Dari kunjungan pihak Kemenag ke wilayah tersebut, Paulus mengungkap sebenarnya tidak benar-benar ada pelarangan tersebut.

"Jadi kita sudah mendapatkan juga informasi bahwa sesungguhnya itu tidak ada seperti itu," ungkap Paulus.

"Karena memang dari teman-teman, khususnya Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sumatera Barat, Kebag TU, dan teman-teman di bagian urusan kerukunan umat beragama," terangnya.

"Khusunya para tokoh lintas agama dalam forum kerukunan umat beragama, sudah ke tempat dan mencoba melihat dari dekat apa sesungguhnya yang terjadi. Dan itu sepertinya tidaklah seperti itu."

Paulus menjelaskan munculnya kabar pelarangan merayakan Natal itu didasari dari sebuah sejarah yang panjang.

Namun ia menegaskan sebenarnya yang menjadi masalah saat ini adalah tidak adanya rumah ibadah yang tetap di wilayah tersebut.

"Ketika menjelang hari raya seperti Hari Raya Natal, khususnya perayaan-perayaan besar keagamaan, memang umat komunitas khususnya Kristiani, baik Katolik atau Protestan tentu membutuhkan sebuah ruang tempat untuk merayakan natal," tuturnya.

"Memang saat ini di dua kabupaten ini, seberapa kita dapat informasi, memang belum ada gereja yang stabil, yang tetap."

"Sebagian besar juga saudara-saudara Kristiani yang ada di kelompok ini memang berasal dari tempat yang lain."

Paulus menggarisbawahi yang selama ini dikabarkan menjadi pelarangan sebenarnya lebih mengarah kepada masalah teknis tak adanya gereja resmi di wilayah itu.

"Sebetulnya hanya soal barangkali praktik teknis bagaimana sebetulnya mengkomunikasikan mengenai persiapan-persiapan perayaan keagamaan itu," jelasnya.

Maka dari itu, untuk mendirikan gereja secara resmi dibutuhkan kajian yang terkait dengan sejarah serta tradisi wilayah setempat.

Berikut video lengkapnya:

(Tribunnews.com/Ifa Nabila)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini