TRIBUNNEWS.COM - Bripda Derustianto Hadji Ali anggota Direktorat Samapta Polda Gorontalo ditemukan meninggal di kamar barak.
Informasi yang keluarga dapatkan Derustianto meninggal karena terjatuh ke selokan di Polda Gorontalo.
Namun pihak keluarga, terutama sang ayah, Sugiarto Hadji Ali memiliki pendapat lain terkait kematian anakanya.
Menurutnya Derustianto meninggal dunia bukan karena jatuh melainkan dianiaya oleh rekan sesama polisi.
Kecurigaan ini berawal saat sang Ayah, memandikan jenazah putranya.
Ia menuturkan badan Derustianto dipenuhi luka memar.
Terutama di bagian dada putranya terlihat sangat biru.
“Kenapa dadanya begitu biru," ujar Sugiarto yang dilansir kanal YouTube Investigasi tvOne pada Kamis (26/12/2019).
"Sementara bagian bawah (perut) merah biasa," imbuhnya.
Tak hanya di badan namun bagian kepala Derustianto juga terlihat memar.
"Di belakang kepala memar, di sini juga memar (sambil menunjuk bagian hidung dan mata)," jelasnya.
Sugiarto kemudian mengatakan kalau anaknya sebelum meninggal sempat bercerita kepada kerabatnya bahwa ia sering dianiaya oleh para seniornya.
Dugaan semakin kuat dengan adanya hasil penelusuran pengacara keluarga almarhum, Rifki Mohi.
Menurut hasil yang didapat, Derustianto meninggal akibat aksi penganiayaan atas perintah oknum seniornya.
Hal ini disampaikan oleh rekan-rekan satu angkatan korban.
Mereka mengatakan bahwa mereka menyaksikan langsung penganiayaan tersebut.
"Saya bersama keluarga sempat menemui teman-teman almarhum yang satu kamar dengan almarhum," ujar Rifki.
"Mereka membenarkan bahwa adanya tindak pidana penganiaayan itu atas perintah oknum senior," imbuhnya.
Rifki mengaku telah memiliki bukti rekaman kesaksian dari teman sekamar Derustianto.
"Kami punya bukti video pembicaraan kami dengan teman-teman almarhum yang saat itu mengaku sempat melihat proses penganiayayan itu," jelasnya.
Melihat hal ini, keluarga korban pun menuntut Polda Gorontalo untuk segera menuntaskan kasus tersebut.
Kasus penganiayaan berujung kematian kepada anggota kepolisian yang dilakukan oleh senior ke juniornya juga sudah sering terjadi di Indonesia.
Satu diantaranya terjadi pada anggota kepolisian Daerah Sulawei Tenggara (Polda (Sultra) yakni Bripda Muh Fathurrahman Ismail.
Fathurrahman meninggal setelah dianiaya dua seniornya Bripda Zulfikar dan Bripda Fislan di barak Pengendalian Masyarajat (Dalmas) pada Senin (3/9/2018).
Penganiayaan ini terjadi karena hal yang sepele yakni dipicu rasa cemburu seorang pelaku, yakni Zulfikar.
Hal ini diungkapkan oleh Kabid Humas Polda Sultra, AKBP Harry Goldenhartd.
"Motif dari pelaku melakukan penganiayaan terhadap korban karena cemburu," ujarnya yang dikutip dari Tribun-Medan.com.
"Diketahui dua minggu yang lalu istri Bripda Zulfikar mengajak korban untuk makan siang," ungkapnya.
"Mengetahui hal itu, timbullah rasa cemburu dan emosi Bripda Zulfikar. Hari Senin pukul 00.30 Wita pelaku mendatangi barak dan menginterogasi korban sehingga terjadilah penganiayaan itu," jelas Harry.
(Tribunnews.com/Isnaya Helmi Rahma, Tribun-Medan.com/Royandi Hutasoit)