"Kreweng saja bisa untuk beli," kata Bani.
Sedangkan, es cendol sendiri memiliki makna memiliki keturunan yang banyak.
Ini dapat dilihat dalam sajian es yang memiliki beberapa cendol dalam satu porsinya.
Harapan akan keturunan yang banyak juga terilhami dari pepatah jawa.
"Sugeh anak sugeh rezeki (Banyak anak, banyak rezeki)," tandasnya.
Baca: Cerita di Balik Viralnya Skripsi Mahasiswi Indonesia yang Disimpan di Museum Manchester United
Bani menambahkan, kemudian orangtua akan mengumumkan kepada para tamu undangan pihak keluarga akan menjual es dawet dengan alat membayarnya berupa kreweng.
Biasaya pihak yang menjual merupakan ibu dari pengantin putri.
"Kemudian bapaknya yang mengumpulkan uangnya (red, kreweng)," tambah Bani.
Setelah uang hasil penjualan tersebut akan disimpan di sentong.
Jumlah sentong akan bertambah jumlahnya, saat orangtunya kembali menikahkan anak-anaknya yang lain.
Ketika semua anak sudah menikah, akan diadakan tradisi bernama tumpal punden.
Bani menjelaskan tradisi tumpal punden merupakan simbol dari selesainya tugas orangtua terhadap anak-anaknya.
Kemudian Kreweng-kreweng yang terkumpul akan di berikan kepada anak laki-laki dari keluarga tersebut.
"Sebagai simpol bekal mengarungi kehidupan," jelasnya.
Bani mengatakan dua tradisi dodol dawet kreweng maupun tumpal punden dalam ilmu budaya termasuk dalam folklor sebagian lisan.
(Tribunnews.com/Endra Kurniawan)