TRIBUNNEWS.COM - Warganet, terutama yang tinggal di Kota Solo dan sekitarnya tengah dihebohkan dengan viral video serpihan genting untuk membeli es cendol dawet.
Diketahui video ini pertama kali diunggah oleh akun instagram @nuricahyo_ .
Video viral serpihan genting untuk membeli es cendol dawet kemudian repost oleh akun @jelajahsolo.
Terlihat dari rekaman seseorang membawa dua serpihan genting berwarna coklat.
Ia kemudian berjalan beberapa langkah menuju kerumuman orang.
Diketahui kerumuman yang terdiri dari anak-anak dan orang dewasa tersebut tengah mengantri untuk mendapatkan es cendol dawet.
Terlihat juga seorang perempuan paruh baya menuangkan es tersebut ke dalam gelas milik perempuan berjilbab biru.
Disamping kiri perempuan tersebut tampak seorang pria tengah memegang satu karung yang belum diketahui isinya.
Serta payung di tangan kirinya untuk melindungi panci besar alumunium berisi es cendol berwanra coklat muda tersebut.
Terdengar juga suara sayup-sayup yang menyebut:
"Laris-laris, laris manis" dan "dawet telasih-dawet telasih"
Baca: Tri Rismaharini Diboyong di Pilgub DKI Jakarta 2022, Ketua DPP PKS: Monggo Bu Risma
Postingan yang diunggah @jelajahsolo sejak Sabtu (11/1/2020) tersebut kini Senin (13/11/2020) sudah di putar sebanyak lebih 49 ribu kali.
Warganet pun dibuat penasaran dengan membajiri postingan tersebut dengan beragam komentar.
@agung_tridja: Alhamdulillah sudah pernah ngalami masa itu
@marwantobagus: zaman-zaman dahulu wkwkwkw,,
@rangga_8989: Salah satu ritual pernikahan.
@ekop06: Kangen masa itu.
@adhihanggoro89: yang tahu kelihatan tuanya.
@siwi_sawa: zaman kecil ku.
Saat dihubungi Tribunnews, pemilik akun @nuricahyo_, yang bernama Nuri Cahyo Utomo membenarkan apa yang ada di dalam video adalah tradisi budaya.
Menurut Nuri tradisi tersebut dilangsungkan saat prosesi pernikahan.
Namun, dirinya tidak mengetahui secara pasti nama dari tradisi tersebut.
"Itu adat istiadat, budaya nikahan seperti itu," kata Nuri, Senin (13/11/2020).
Nuri menceritakan video tersebut diambil ketika menghadiri prosesi pernikahan saudaranya di Jalan Kutai Barat, Sumber, Banjarsari, Kota Solo, Sabtu (11/1/2020) siang.
Ia membenarkan, jika serpihan genting yang ia bawa dijadikan alat tukar untuk mendapatkan es cendol.
"Pecahan genting cari dulu satu buat satu gelas," kata Nuri.
Menurut pria kelahiran 5 November ini, siapa saja boleh mendapatkan es cendol asal memiliki pecahan genting.
Baik keluarga besar kedua mempelai, maupun tamu undangan.
Sedangkan, ibu yang menuangkan es cendol ke tamu undangan merupakan ibu dari mempelai perempuan.
Termasuk pria yang disampingnya bertugas mengumpulkan pecahan genting ke dalam karung.
Nuri menambahkan, berdasarkan pengakuannya trandisi tersebut sudah berlangsung sejak lama.
Namun sekarang, tradisi tersebut telah banyak masyarakat yang meninggalkan.
"Kalau di daerah sini jarang, terakhir kak saya yang nikah 7 tahun," ujarnya.
Baca: Profil Singkat 5 Kepala Daerah yang Mendapat Pujian dari Megawati di Panggung Rakernas I PDI-P
Penjelasan Budayawan
Guru Besar Ilmu Budaya Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS), Prof. Dr. Bani Sudardi, M.Hum mengatakan tradisi yang viral di media sosial tersebut bernama dodol dawet kreweng.
Bani menjelaskan tradisi dodol dawet kreweng sudah sejak ratusan tahun yang dilestarikan oleh masyarakat Jawa, khususnya yang tinggal berdekatan dengan keraton-keraton.
"Tradisi pengaruhnya dari keraton," kata Bani saat dihubungi Tribunnews.com, Senin (13/11/2020).
Bani melanjutkan, tradisi ini merupakan rangkaian ketika orangtua ingin menikahkan anaknya.
Kemudian, orangtua tersebut mewujudkan rasa bersyukurnya lewat simbol yang diwakili oleh benda-benda di tradisi dodol dawet kreweng.
Seperti kreweng atau dalam bahasa indonesia pecahan genting yang memiliki filosofi kemakmuran.
"Kreweng saja bisa untuk beli," kata Bani.
Sedangkan, es cendol sendiri memiliki makna memiliki keturunan yang banyak.
Ini dapat dilihat dalam sajian es yang memiliki beberapa cendol dalam satu porsinya.
Harapan akan keturunan yang banyak juga terilhami dari pepatah jawa.
"Sugeh anak sugeh rezeki (Banyak anak, banyak rezeki)," tandasnya.
Baca: Cerita di Balik Viralnya Skripsi Mahasiswi Indonesia yang Disimpan di Museum Manchester United
Bani menambahkan, kemudian orangtua akan mengumumkan kepada para tamu undangan pihak keluarga akan menjual es dawet dengan alat membayarnya berupa kreweng.
Biasaya pihak yang menjual merupakan ibu dari pengantin putri.
"Kemudian bapaknya yang mengumpulkan uangnya (red, kreweng)," tambah Bani.
Setelah uang hasil penjualan tersebut akan disimpan di sentong.
Jumlah sentong akan bertambah jumlahnya, saat orangtunya kembali menikahkan anak-anaknya yang lain.
Ketika semua anak sudah menikah, akan diadakan tradisi bernama tumpal punden.
Bani menjelaskan tradisi tumpal punden merupakan simbol dari selesainya tugas orangtua terhadap anak-anaknya.
Kemudian Kreweng-kreweng yang terkumpul akan di berikan kepada anak laki-laki dari keluarga tersebut.
"Sebagai simpol bekal mengarungi kehidupan," jelasnya.
Bani mengatakan dua tradisi dodol dawet kreweng maupun tumpal punden dalam ilmu budaya termasuk dalam folklor sebagian lisan.
(Tribunnews.com/Endra Kurniawan)