News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kerjaan Agung Sejagat

Raja Keraton Agung Sejagat & Istrinya Ditangkap, Pemkab Purworejo: Banyak yang Tidak Sesuai Sejarah

Penulis: Anugerah Tesa Aulia
Editor: Sri Juliati
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Aparat Kepolisian mengamankan pengikut Kerajaan Agung Sejagat yang dipimpin Totok Santosa Hadingrat dari Keraton Agung Sejagat yang berada di Desa Pogung Jurutengah, Bayan, Purworejo, Jawa Tengah, Selasa (14/1/2020). Pimpinan kelompok tersebut Totok Santosa Hadingrat bersama istrinya telah diamankan aparta dari sore harinya karena dianggap meresahkan masyarakat.

TRIBUNNEWS.COM - Raja Keraton Agung Sejagat, Sinuhun Totok Santosa Hadiningrat (42) dan istrinya Fanni Aminadia (41) ditangkap polisi.

Keberadaan Keraton Agung Sejagat ini sempat meresahkan warga sekitar.

Seusai sang raja dan istrinya ditangkap, Keraton Agung Sejagat yang berlokasi di Desa Pogung Jurutengah, Kecamatan Bayan, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, juga digeledah.

Penggeledahan Keraton Agung Sejagat berlangsung Selasa (14/1/2020) sekitar 17.00 WIB.

Beberapa polisi berseragam dan berpakaian biasa tampak memeriksa beberapa ruangan di Keraton Agung Sejagat hingga malam hari.

Menanggapi munculnya Keraton Agung Sejagat tersebut Pemerintah Kabupaten Purworejo, angkat bicara.

Melalui Kabag Humas dan Protokol Pemkab Purworejo, Rita Purnama mengatakan jika hal tersebut terindikasi penipuan.

"Banyak yang tidak sesuai dengan sejarah yang ada karena dalam rapat terbatas tadi juga mengundang sejarawan di Purworejo," kata Rita yang dikutip dari Kompas.com.

Pernyataan Rita Purnama tersebut juga atas dasar laporan Kepala Desa Pogung Jurutengah melalui Camat Bayan.

Pasalnya, cerita sejarah yang disampaikan banyak tidak sesuai.

Dikutip dari Kompas.com, dosen Sosiolog Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Drajat Tri Kartono juga turut memberikan komentarnya mengenai fenomena Keraton Agung Sejagat.

Ia mengatakan, ada dua kemungkinan fenomena tersebut bisa muncul.

Pertama, adanya rasa kekecewaan terhadap negara dan pemerintahan yang tidak mampu memberikan ketenangan.

"Ada kemungkinan juga karena kekecewaan terhadap pemerintah Indonesia yang bertahun-tahun isinya kok berantem terus, seolah-olah negara tidak bisa membawa kedamaian ketenteraman dan keadilan," kata Drajat kepada Kompas.com, Selasa (14/1/2020).

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini