Petani tidak mengerti dengan kondisi tanaman cabai tersebut.
“Rata-rata tanaman rusak. Buahnya tiba-tiba membusuk. Apa penyebabnya saya tidak tahu. Apa dikarenakan pergantian musim atau kurang pupuk saya nggak tahu," ungkap Ni Wayan Sadi, petani asal Selat.
Kabid Holikultura, Dinas Pertanian Karangasem, Putu Suarjana membenarkan, banyak cabai rusak dan busuk.
Kerusakan itu dipicu karena pohon terserang virus kuning.
Biasanya virus ini muncul saat cuaca berubah.
Seperti sekarang cuaca hujan, tiba-tiba berubah panas, begitu juga sebaliknya.
“Tanaman yang diserang virus rata-rata sudah beberapa kali panen, dan menghasilkan. Tanaman yang diserang sudah tua."
"Dari produktivitas tak ada kendala. Tanaman cabai sudah peralihan ke tanaman padi. Kerugiannya tak begitu banyak,” kata Suarjana.
Menurutnya, lahan cabai yang diserang virus kuning mencapai puluhan hektare.
Rinciannya di Kecamatan Selat sekitar 2 hektare, Sidemen 22 hektare, dan di Bungaya sebanyak 2 hektare lebih.
Ada beberapa petani yang masih membiarkan tanaman karena harga cabai msih cukup mahal.
Untuk diketahui, harga cabai di petani per kilogram sekitar Rp 40 ribu.
Sedangkan harga di tingkat pedagang pasar berkisar Rp 60 ribu per kg.
Sayangnya, permintaan cabai sekarang mengalami penurunan karena harga masih mahal. (*)
Artikel ini telah tayang di tribun-bali.com dengan judul Puluhan Hektare Cabai di Karangasem Diserang Virus Kuning, Petani Gagal Panen Sejak Awal 2020, https://bali.tribunnews.com/2020/01/16/puluhan-hektare-cabai-di-karangasem-diserang-virus-kuning-petani-gagal-panen-sejak-awal-2020?page=all.