"Terdapat berita bahwa terhadap anak ini, saya baca dari media, didakwa dengan dakwaan seumur hidup. Itu saya pastikan tidak ada. Karena yang menjadi terdakwa di sini, anak yang berhadapan dengan hukum diproses melalui sistem peradilan anak," kata Kasi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Kabupaten Malang, Sobrani Binzar, di kantornya, Senin (20/1/2020), seperti yang dikutip dari Kompas.com.
Sobrani mengakui bahwa ada pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana dalam dakwaan terhadap ZA.
Namun, untuk sistem peradilan pidana anak, ancaman hukuman hanya berlaku separuh.
Hal itu sesuai dengan Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Jika Pasal 340 KUHP memuat ancaman maksimal penjara seumur hidup, maka untuk peradilan pidana anak hanya berlaku separuhnya, yakni ancaman maksimalnya 10 tahun penjara.
Begitu juga dengan pasal-pasal yang lainnya.
"Didakwa seumur hidup itu tidak mungkin. Karena Pasal 340 saja, ancaman maksimal itu 10 tahun untuk anak. Pasal 338, ancamannya 7 setengah tahun untuk anak. Pasal 351 ayat tiga itu ancaman maksimalnya 3 setengah tahun," ujar dia.
"Nah, proses ini juga tidak serta merta menuntut dengan ancaman maksimal. Karena tuntutan sesuai dengan fakta-fakta di persidangan. Karena pasti ada fakta yang meringankan," ujar dia.
Tidak hanya itu, Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, juga memuat hukuman di luar hukuman penjara.
Pada pidana anak, hukuman penjara adalah pilihan terakhir.
Sebelum menentukan pidana penjara masih ada pidana peringatan, pidana dengan syarat, pidana latihan kerja dan pidana pembinaan dalam lembaga.
"Seperti apa hukumannya nanti bisa dilihat saat pembacaan tuntutan. Pembacaan tuntutan ini dapat ditentukan setelah sidak pemeriksaan saksi berjalan," ujar dia.
(Tribunnews.com/Whiesa, Surya Malang/Sarah Elnyora) (Kompas.com/Kontributor Malang, Andi Hartik)