Pasalnya, menurut Otto, pembunuhan berencana itu jelas ada niat sebelumnya dari pelaku untuk membunuh korban.
"Nah tapi kan ini faktanya tidak kenal, seandainya kenal tidak ada peristiwa yang membuktikan bahwa mereka itu berkomunikasi."
"Atau upaya yang dilakukannya agar si laki-laki begal ini datang ke sana," paparnya.
Otto lantas menyebutkan beberapa kejanggalan penanganan dalam kasus pidana yang mengakibatkan ZA terancam hukuman seumur hidup ini.
"Jadi bagaimana bisa ada perencanaan yang dilakukan itu pertama."
"Kedua pisau juga harus dipersiapkan untuk apa, ternyata untuk perangkat dia ke sekolah."
"Ketiga harus diingat pembelaam terpaksa itu ada di pasal 49 tapi jangan hanya itu ayat 2 nya harus dilihat seseorang yang melakukan pembelaan terpaksa yang melebihi batas, yang melebihi batas pun itu tidak bisa dihukum," kata Otto.
Otto menuturkan, apa yang dilakukan ZA merupakan bentuk dari guncangan jiwanya karena memperoleh ancaman dari si begal.
Ancaman tersebut berupa ancaman kesusilaan terhadap pacar ZA.
"Ancaman itu tidak harus fisik, tidak harus tikaman, 'pacarmu saya pakai tiga menit, itu udah ancaman kesusilaan."
"Yang oleh pasal 49 ayat 2 dikatakan itu tidak dapat dipidana," jelas Otto.
Otto pun menegaskan, bahwa tuntutan jaksa terhadap ZA berlebihan.
"Jadi menurut saya dakwaan jaksa ini sangat-sangat berlebihan," tegasnya.
Sebelumnya, kasus ZA terjadi pada 8 September 2019, di area tebu Desa Gondanglegi Kulon, Kecamatan Gondanglegi, Kabupaten Malang.
Saat sedang bersama sang pacar, ZA didatangi oleh Misnan dan dua orang temannya.
Misnan bermaksud hendak membegal ZA dan melontarkan ucapan akan menggilir pacar ZA berinisial V.
Atas kejadian itu, ZA lantas membela diri dan menusukkan pisau ke dada Misnan.
(Tribunnews.com/Nanda Lusiana Saputri)