Pada kebiasaan ini, pelaku dibakar dengan balutan bulu induk lalu diceburkan ke sungai.
"Kebiasaan ini manusiawi karena saat dilakukan pelaku berada di pinggir sungai, saat api menyala dia melompat," katanya.
Kebiasaan ini menandakan bahwa pelaku mengakui kesalahan dan bersedia diberi sanksi moral.
Kata dia, hukuman itu sebagai hukum moral bagi pelaku yang bertentangan dengan hukum adat.
Tujuannya agar generasi muda tidak melakukan hal yang sama.
Namun untuk kasus pencabulan di Kecamatan Tawalian, Benyamin Matasak mengaku masih menunggu respon dari pihak adat di tawalian.
Lebih jauh ia jelaskan, penting untuk dibicarakan soal sanksi yang akan diberikan kepada pelaku, melihat kondisi ekonomi pelaku.
"Jangan sampai diberi sanksi tetapi tidak sesuai dengan kemampuan ekonominya," ujarnya lagi.
Namun proseda ini kata dia, tidak akan menghentikan proses hukum yang berlaku di Indonesia.
Artikel ini telah tayang di tribun-timur.com dengan judul Siswi SMP di Mamasa Diperkosa Ayah, Kakak, dan Sepupu, Hukum Adatnya Ngeri, https://makassar.tribunnews.com/2020/01/29/siswi-smp-di-mamasa-diperkosa-ayah-kakak-dan-sepupu-hukum-adatnya-ngeri?page=all.