TRIBUNNEWS.COM – Persoalan limbah yang dihasilkan oleh PT RUM (Rayon Utama Makmur), Sukoharjo masih menuai polemik.
Khususnya warga daerah Nguter, Sukoharjo yang terdampak limbah hasil produksi PT RUM.
Tak terkecuali, Sugeng, seorang aktivis warga Nguter yang menginginkan hidup masyarakat Nguter kembali nyaman dan tentram.
Ia mendambakan masyarakat bisa merasakan lingkungan yang asri dan segar.
“Dulu setiap malam, ketika bangun tengah malam untuk menunaikan ibadah sholat, suasanya itu nyaman dan sejuk. Tetapi setelah pabrik beroperasi, suasana menjadi tidak nyaman,” kata Sugeng, dalam acara diskusi Mendengar Cerita Warga Nguter, di Gedung Tribunnews Solo, Kamis (13/2/2020).
“Bau yang menyengat dan lingkungan yang tercemar membuat warga terganggu,” tambahnya.
Baca: Limbah WNI yang Sedang Diobservasi di Natuna Segera Dimusnahkan
Baca: 3 Pelaku Bully di SMP Purworejo Terancam Diberi Sanksi Berat, Ganjar Pranowo: Apa Sanksinya?
Dalam kesempatan tersebut, Sugeng juga menyampaikan beberapa fakta di lapangan soal adanya limbah di sekitar lingkungan pabrik.
Warga yang terdampak tidak tahan dengan bau menyengat hingga mengalami mual-mual.
“Tadi pagi, ada satu di antara warga lainnya yang dekat dengan pabrik harus dilarikan ke rumah sakit, diperiksa dan divonis bengkak paru-parunya,” kata Sugeng.
Acara Mahadika (Mahasiswa Berdialektika) itu diadakan sebagai bentuk dukungan dan keprihatinan atas penderitaan warga Nguter Sukoharjo akibat limbah yang dihasilkan PT RUM.
Diharapkan forum tersebut bisa memberikan wadah antara mahasisa dan warga untuk membangun informasi terkait permasalahan limbah.
Diketahui, PT RUM mulai beroperasi pada 2017 yang berada di Kecamatan Nguter, Sukoharjo.
Pabrik tersebut merupakan produsen kapas sintetis atau serat rayon.
Namun, setelah berjalannya waktu limbah yang dihasilkan berdampak pada lingkungan dan masyarakat.