News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Akademisi Universitas Bhayangkara Jakarta Prihatin Langkah Rektor Unnes Membebastugaskan Dosennya

Editor: Sugiyarto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Beberapa meme dukungan terhadap dosen Unnes yang dibebastugaskan sementara oleh Rektor Unnes, Jumat (14/2/2020)

TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Akademisi Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta Raya (Ubhara Jaya), Awaludin Marwan turut serta prihatin terhadap pembebastugasan sementara salah satu dosen Univeritas Negeri Semarang (Unnes).

Rektor Unnes Prof Dr Fathur Rokhman lewat Surat Keputusan B/167/UN37/HK/2020 membebastugaskan sementara Dr Sucipto Hadi Purnono dari tugas dosen.

Alasannya, telah melakukan penghinaan terhadap Presiden Joko Widodo di Facebook.

Penulis buku Satjipto Rahardjo: Sebuah Biografi Intelektual & Pertarungan Tafsir terhadap Filsafat Hukum Progresif itu menyampaikan, kebebasan akademik adalah sesuatu hak sakral.

“Kebebasan akademik adalah hak sakral yang dimiliki seorang akademisi,” kata pria yang akrab dipanggil Luluk itu kepada Tribunjateng.com, Senin (17/2/2020) sore.

Bagi alumnus Fakultas Hukum Unnes itu, pembungkaman kebebasan akademik bisa mengorbankan kampus.

“Pembungkaman terhadap kebebasan akademik adalah mengorbankan kampus sebagai tempat suci berpikir kritis,” terang Alumnus Doktor Universtas Utrecht, Belanda itu.

Terlalu Dini

Sementara Staf Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), Donny Gahral Adian menilai mengeluarkan Surat Keputusan (SK) pembebastugasan sementara itu terlalu dini.

Itu disampaikannya pula terkait pembebastugasan sementara dosen Unnes Dr Sucipto Hadi Purnomo.

Dimana SK tersebut dikeluarkan resmi oleh Rektor Unnes, Prof Dr Fathur Rokhman pada 12 Januari 2020.

“Seharusnya yang bersangkutan diperiksa oleh pihak berwenang terkait statusnya di facebook."

"Bukan langsung dijatuhi sanksi pemberhentian sementara sebagai dosen,” kata Donny kepada Tribunjateng.com saat dihubungi melalui telepon, Minggu (16/2/2020) sore.

 

Lebih lanjut dia menyampaikan, harusnya yang bersangkutan diperiksa pihak berwenang berdasarkan hukum yang berlaku.

“Jadi,  yang bersangkutan harus dibuktikan dahulu apakah melakukan tindak pidana atau tidak."

"Nah, yang punya kewenangan itu adalah aparat penegak hukum melalui proses penyidikan dan penyelidikan sampai pada proses di pengadilan,” tuturnya.

Menurutnya, status facebook yang bersangkutan itu tidak bisa dijadikan dasar.

Hal itu karena belum dibuktikan apakah itu sebagai tindak pidana penghinaan atau tidak.

“Postingan facebook yang bersangkutan itu multitafsir. Jadi biar aparat penegak hukum yang mengusutnya,” terang Donny.

Staf Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), Donny Gahral Adian. (DOKUMEN PRIBADI DONNY GAHRAL ADIAN)

Sengaja Cari Kesalahan

Sementara itu, akademisi Hukum Administrasi Negara, Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (HUN Unusia) Jakarta, Muhtar Said menyayangkan adanya SK Rektor Unnes terkait pembebastugasan sementara Dr Sucipto Hadi Purnomo.

itu menyampaikan, Peraturan Pemerintah (PP) RI Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil tersebut dibuat tidak untuk menghakimi seseorang.

"Dalam PP tersebut ada bab yang memuat klarifikasi. Jika klarifikasi belum diadakan, namun SK sudah keluar, maka memberikan tanda, pejabat yang bersangkutan memang sengaja mencari kesalahan."

"Jika sebuah beschikking (SK) diniati untuk menghantam seseorang tanpa ada dasar yang bersumber dari klarifikasi, SK tersebut batal demi hukum," ungkap Said.

 

Menurut penulis buku Asas-Asas Hukum Administrasi Negara itu, hukum asasnya equality before the law.

Said menuturkan, harus ada keseimbangan, tidak boleh sepihak, klarifikasi adalah tempat Dr Sucipto Hadi Purnomo melakukan pembelaan diri.

"Jika ini diteruskan, Rektor atau pejabat yang terkait bisa dikatakan telah menyalahgunakan wewenangnya sebagai pejabat administratur."

"Lihat saja konsideran SK Pemberhentian Sementara."

"Apabila dibaca berulang-ulang, tidak ada sangkut-pautnya dengan kasus, SK itu perlu ditinjau lagi secara komperehensif," tutur Ketua Umum Ikatan Keluarga Alumni Fakultas Hukum Unnes itu.

Said menyampaikan, proses pemberian sanksi itu tidak boleh serta merta diniati untuk memecat.

Tidak boleh pula mengatakan orang itu bersalah atau tidak, karena asas praduga tidak bersalah harus ditegakkan.

"Klarifikasi dari pihak yang bersangkutan perlu, kemudian dituangkan dalam berita acara."

"Nah, berita acara inilah yang kemudian dijadikan dasar untuk membuat beschikking (SK)."

"Jika dilihat dari kronologi dan konsideran dalam SK, tidak ada sama sekali sumber dari berita acara."

"Padahal pejabat kampus juga harus menerapkan asas umum pemerintahan yang baik dalam setiap tindakan," tandas Said.

Ketua Program Studi (Kaprodi) Ilmu Hukum Unusia Jakarta, Muhtar Said. (DOKUMENTASI PRIBADI MUHTAR SAIR)

Rektor Unnes Berlebihan

Di sisi lain, tanggapan serupa juga disampaikan akademisi Universitas Airlangga Surabaya (Unair) Dr Herlambang P Wiratraman.

Koordinator Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KKAI) itu, menilai Rektor Unnes terkesan berlebihan dalam menanggapi ekspresi seseorang.

"Rektor Unnes terkesan terlalu berlebihan dalam menanggapi ekspresi seseorang, apalagi dari ‘kalimat tanyanya’ membuat pembaca bertanya."

"Bagi saya itu ekspresi kritik reflektif atas situasi tertentu berbasis persepsi penulis," ungkap Herlambang.

 

Menurut Herlambang, ada tiga hal yang perlu dipertimbangkan.

Pertama, apakah ada proses internal universitas, menanyakan atau mengklarifikasi atau bahkan menyidangkan yang bersangkutan dalam sidang etik?

Proses atau mekanisme itu diperlukan untuk memahami lebih dalam maksud dan tujuannya.

Kedua, langkah hukum pembebastugasan mengganggu aktivitas akademik.

Sehingga jelas melanggar kebebasan akademik, khususnya setiap individual dosen untuk mengekspresikan kritiknya, yang sebenarnya dijamin konstitusi.

Yakni UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU Nomor 12 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR).

Ketiga, ini cerminan pembatasan hak dan kebebasan tanpa standar hukum yang baik.

Apakah dalam pembebastugasan telah menggunakan standar hukum HAM internasional, khususnya pembatasan dalam Pasal 19 Ayat 3 ICCPR dan Prinsip Siracusa?

"Hemat saya, jauh dari perspektif itu." tutur Peneliti Pusat Studi Hukum HAM (HRLS) Universitas Airlangga itu.

Jepretan halaman pertama SK Rektor Unnes terkait pembebastugasan sementara dosen Unnes, Jumat (14/2/2020). (TRIBUN JATENG/MUHAMMAD SHOLEKAN)

Dianggap Hina Presiden

Jauh sebelumnya, mantan Kepala Humas Unnes, Dr Sucipto Hadi Purnomo dibebastugaskan sementara sebagai dosen.

Surat keputusan pembebasan sementara itu bernomor B/167/UN37/HK/2020 dan ditandatangani Rektor Unnes, Prof Dr Fathur Rokhman.

Saat dikonfirmasi Tribunjateng.com, Jumat (14/2/2020) sore, Sucipto menerangkan SK Rektor Unnes yang ditetapkan pada Rabu (12/2/2020) itu diterimanya pada Jumat (14/2/2020) pagi.

 

Sebelumnya, pada Selasa (11/2/2020) yang bersangkutan dipanggil dan diperiksa oleh tim pemeriksa yang diketuai Wakil Rektor II Unnes, Dr S Martono.

"Pada saat pemeriksaan, ada tiga poin yang dipermasalahkan oleh Tim Pemeriksa Unnes."

"Pertama mengenai postingan di akun facebook saya pada 10 Juni 2019."

"Itu dua bulan setelah Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019, yang berbunyi, Penghasilan anak-anak saya menurun drastis pada Lebaran kali ini. Apakah ini efek Jokowi yang terlalu asyik dengan Jan Ethes?," kata Doktor Pendidikan Seni Unnes itu.

Sucipto melanjutkan, yang kedua terkait aktivitas dia sebagai anggota Tim Evaluasi Kinerja Akademik (EKA) Kementerian Riset dan Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti).

Dimana pula kini menjadi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

Terakhir menyangkut dirinya hadir sebagai saksi di Polda Jawa Tengah berkait kasus plagiasi yang diduga membelit Rektor Unnes Prof Dr Fathur Rokhman.

"Di satu sisi saya apresiasi kerja cepat tim pemeriksa serta pimpinan Unnes."

"Dimana sampai pemeriksaan ini selesai, sudah bisa menjatuhkan sanksi kepada saya."

"Andaikata penanganan kasus pelanggaran integritas akademik seperti plagiasi, fabrikasi, dan falsifikasi bisa secepat ini."

"Penegakan integritas akademik lebih terjamin dari sisi kepastian waktu," ungkap Sucipto yang sedang menyusun buku Menjerat Plagiat ini.

 

Berkait postingan

Terpisah, Rektor Unnes, Prof Dr Fathur Rokhman saat dikonfirmasi melalui pesan Whatsapp, dia meminta untuk menghubungi Kepala Humas.

"Hubungi Kahumas," tulis Fathur dalam pesan singkat yang ditujukan kepada Tribunjateng.com, Jumat (14/2/2020).

Kepala Humas Unnes, Muhamad Burhanudin membenarkan apabila ada seorang dosen Unnes dibebastugaskan sementara.

Pembebasantugas tersebut lebih berkait postingan yang diduga berisi penghinaan terhadap Presiden Joko Widodo dan ujaran kebencian di media sosial Facebook pribadi.

Dalam surat keputusan yang fotonya beredar luas itu disebutkan, Dr Sucipto dilarang menggunakan nama dan atribut Unnes dalam kegiatan pribadi maupun kelembagaan apapun.

Kemudian tercantum pula bahwa keputusan itu berlaku mulai tanggal ditetapkan, yaitu 12 Februari 2020. (Muhammad Sholekan)


Artikel ini telah tayang di Tribunjateng.com dengan judul Menyoal Pembebastugasan Dosen Unnes, Awaludin Marwan Singgung Sakralnya Kebebasan Akademik

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini