Menurut Kasim, ketiga tersangka telah memiliki sertifikat Kursus Mahir Dasar (MKD) Pramuka.
Dalam kegiatan susur sungai tersebut, hanya ada empat pembina yang mendamping para murid, yakni dua laki-laki dan dua perempuan.
"Bisa dibayangkan 249 siswa hanya diampu oleh empat orang dewasa yang perannya sebagai pembina dan pengerak di situ," jelasnya.
Keberadaan 3 Tersangka
Kasim mengatakan, IYA meninggalkan para siswa dengan alasan untuk transfer uang.
"Yang bersangkutan IYA tidak ikut turun (mendampingi siswa susur sungai)," ujar Kasim dalam jumpa pers, Selasa (25/2/2020), dikutip dari Kompas.com.
"Yang bersangkutan pergi karena ada urusan yang dikerjakan. Jadi yang bersangkutan ada keperluan mentransfer uang di bank," jelasnya.
Baca: Respons Kemendikbud Sikapi Tragedi Susur Sungai Sempor SMPN 1 Turi Sleman
Baca: Soal Tragedi Susur Sungai SMPN 1 Turi, Wakil Ketua Komisi X DPR: Tindakan Pembotakan Itu Berlebihan
Lalu, untuk dua tersangka lainnya, R dan DDS juga tidak ikut turun ke Sungai Sempor.
Saat itu, R berada di sekolah untuk menjaga barang-barang siswa.
Sementara, DDS saat kegiatan susur sungai menunggu di finish.
"Para siswa-siswi ini jalan hanya diampu oleh empat pembina," tambahnya.
Kasim menyebut, IYA kembali ke sungai saat tragedi maut itu telah terjadi.
"Ya kembalinya ya setelah kejadian. Setelah kejadian baru ikut gabung melakukan langkah-langkah pertolongan dan lain-lain," ungkapnya.
Baca: Keluarga Tersangka Susur Sungai SMPN 1 Turi Dapat Teror di Medsos: Sang Anak Sampai Takut ke Sekolah
Baca: Pembina SMPN 1 Turi Jadi Tersangka, Tinggalkan Siswa Karena Sedang Transfer Uang
Ia mengatakan, pembina-pembina yang mendampingi para siswa juga turut terseret banjir Sungai Sempor.
"Pembina-pembina yang dewasa tersebut yang seharusnya melindungi, menjaga ikut terseret sampai 50 meter."
"Mengurus diri sendiri saja tidak bisa apalagi membawa 249 siswa siswi," katanya.
(Tribunnews.com/Nuryanti) (Kompas.com/Wijaya Kusuma)