“Di tingkat lokal sebenarnya ada perusahaan pengolahan, dengan produk daging fillet dibekukan. Tapi kapasitas cold storage mereka juga terbatas,” keluh Yoyok.
Yoyok memahami kondisi ini, karena hampir semua rumah makan di semua kota masih tutup.
Namun dirinya berharap memasuki Ramadhan tahun ini pasar mulai terbuka.
Setidaknya ada kenaikan permintaan untuk konsumsi warga untuk menu buka dan sahur.
“Harapannya Ramadhan ini benar-benar jadi berkah. Semoga permintaan naik, sehingga produk kami bisa dijual,” pungkas Yoyok.
Plt Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Tulungagung, Tatang Suhartono mengungkapkan, total produk ikan budidaya April-Juni 2020 sebanyak 3200 ton.
Jumlah itu antara lain 1200 ton patin, 980 ton gurami dan sisanya ikan jenis lain seperti lele serta nila.
Produk primadona selama ini adalah ikan patin, disusul gurami dan lele.
“Khusus untuk lele tidak begitu terpengaruh, karena pasar lokal dan sekitar masih bisa menerima. Tapi patin dan gurami yang sangat terpukul,” terang Tatang.
Lanjutnya, untuk gurami, para pembudidaya bisa mengulur waktu panen dengan cara mengganti pakan pabrikan, dengan sayur-sayuran.
Namun untuk patin, belum ada solusi untuk menunda masa panen.
Sebab jika kekurangan makan, patin akan memakan apa saja yang ditemuinya, termasuk kotorannya sendiri, sehingga dagingnya jadi kuning dan bau lumpur.
“Kalau dagingnya warna kuning dan bau tanah, sudah otomatis langsung ditolak pabrik,” ujarnya.
Tatang mengaku masih mencarikan solusi, setidaknya bisa meringankan para pembudidaya ikan agar produknya bisa terjual.
(David Yohanes)
Artikel ini telah tayang di surya.co.id dengan judul Dampak Covid-19, Ribuan Ton Ikan Konsumsi Produk Tulungagung Tak Bisa Diserap Pasar