Pria yang mengalami gangguan penglihatan pada mata kirinya ini kemudian numpang jalan dengan truk barang yang melintas ke Jombang.
"Di Jombang saya istirahat satu malam. Karena kalau tengah malam kondisi haus sulit untuk mencari air, jadi saya putuskan untuk bermalam," imbuhnya.
Setelah itu, sejauh kurang lebih 15 kilometer ia tempuh dengan berjalan kaki menuju ke Sragen.
Upaya untuk numpang kendaraan truk pun berkali-kali ia coba.
Namun, pria ini sadar jika di beberapa kota sudah mulai berlakukan pemeriksaan surat-surat kesehatan para penumpang.
"Sopir truk itu rata-rata pada takut kalau terkena sanksi. Karena saya tidak punya surat keterangan sehat, kalau ikut menumpang bisa masalah nanti," ungkapnya.
Sesekali, ia membuka masker yang mulai bercampur debu.
Kusam, kotor dan penuh minyak.
Mungkin karena terkena keringat selama perjalanan.
Namun, masker itu pun menjadi satu-satunya barang berharga yang menjamin kesehatan selama 72 jam perjalanan dari Surabaya sampai ke Yogyakarta kemarin.
"Uang sudah menipis. Lebih baik saya pakai untuk naik bus kalau sudah sampai di Cilacap atau masuk ke Tasik, tidak apa-apa di sini saya numpang kendaraan yang lewat," urainya.
Bapak dua anak ini kadang terdiam, lalu kembali bercerita mengenai pengalamannya selama hidup di tengah laut.
Sebagai ABK, hukum alam menjadi pegangan yang harus ia ingat-ingat.
Pernah dia mengalami dua hari harus tetap berenang di perairan Jepara, lantaran kapal yang ia tunggangi bermasalah.