TRIBUNNEWS.COM - Malang menimpa seorang remaja berusia 15 tahun berinisial RA.
Masih lekat dalam ingatan RA tatkala tiga waria mencegatnya di sebuah lorong tembus, pada pukul 23.00 WIB kala itu.
TONTON JUGA:
Ia tak menyangka, keputusannya untuk melalui jalan pintas tersebut justru membawanya pada kejadian yang tak pernah ia inginkan.
Malam itu setelah mengantar pulang sang pacar, RA berjalan kali seorang diri.
Dikarenakan hari sudah malam dan suasana sepi, pemuda itu memilih jalan pintas untuk tembus di jalan merdeka.
Jalan pintas itu adalah lorong yang berada persis di samping SPBU, Jalan Merdeka, Kota Padang.
• Akui Masih Simpan Barang Pemberian Mantan Meski Tak Dipakai, Rizky Billar: Karena Gue Menghargai
Mengingat waktu hampir tengah malam, suasan jalan kala itu begitu sepi dan gelap.
"Saya sendirian, suasana juga sepi," ujar RA.
Dicegat 3 Waria
RA tetap memberanikan diri untuk melalui jalan pintas tersebut, dengan harapan bisa segera sampai di rumah.
Saat hampir keluar lorong yang berada di Jalan Merdeka tersebut, tiba-tiba dari arah belakang korban dikejutkan oleh tangan seseorang yang langsung memiting lehernya.
Tubuh korban kemudian didorong dan disandarkan pada tembok lorong tersebut.
Berdasarkan pengakuan RA, pelaku yang mencegatnya adalah 3 waria yang biasa mangkal di seputaran rumahnya kawasan pasar 26 Ilir, Palembang.
Tubuh RA saat itu tak dapat berkutik, pergerakannya dikunci.
RA yang dalam kondisi tak berdaya dimanfaatkan oleh para waria untuk melakukan aksi bejat.
• Lewat Lorong Sepi Tengah Malam, Remaja 15 Tahun Histeris Dapat Perlakuan Tak Terduga dari 3 Waria
Tiga waria itu kemudian mencabuli remaja 15 tahun tersebut.
"Mereka seperti keroyokan, ada tiga pelakunya. Satu memegangi tangan kanan saya, satunya lagi tangan kiri saya." ujar RA saat ditemui dikediamannya, Sabtu (1/8/2020).
RA yang masih begitu muda, hanya bisa menangis histeris sejadi-jadinya saat kejadian itu.
"Sekitar 30 menit kemudian mereka baru melepaskan saya."
TONTON JUGA:
"Saya ditinggalkan begitu saja." ujar RA.
Saat kabur ketiga pelaku langsung lari dan berpencar.
Dua orang berlari ke arah gedung SMP N 1 dan satu pelaku lagi langsung melambaikan tangan ke arah pengemudi sepeda motor jenis Scoopy yang diduga RA sudah menunggu dari kejauhan.
"Motor itu nunggu di seberang jalan dan langsung dipanggil sama banci yang satunya," ujar dia.
• Utarakan Niatnya Temui Krisdayanti, Atta Halilintar Tertegun saat Aurel Ungkap Fakta Ini: Oh Gitu
Korban Sangat Trauma
Peristiwa pencabulan yang menimpa RA, benar-benar membuat korban mengalami trauma mendalam.
RA mengaku masih mengingat benar wajah dari ketiga pelaku.
Sebab menurutnya, ketiga pelaku sering lewat atau mangkal di sekitaran rumahnya yang dikatakan RA cukup banyak waria saat malam hari.
"Mereka benar-benar berdandan seperti perempuan, pakai baju seperti gaun sampai batas dengkul seperti perempuan. Pakai rambut palsu juga," ujarnya.
RA mengaku begitu sedih bila mengingat peristiwa mengerikan yang sudah dialaminya.
Bahkan bocah tersebut kehilangan nafsu makan dan sulit tidur sebab terus teringat peristiwa yang sudah dialaminya.
"Iya trauma sekali," ujar RA dengan mata berkaca-kaca menahan tangis.
Ponsel Dirampas
Ketiga waria itu rupanya tak hanya melakukan aksi pelecehan seksual terhadap korban.
Mereka juga merampas benda berharga yang korban bawa.
• Kasus Dugaan Pencabulan Bocah 6 Tahun di Bekasi, Orangtua Korban Berharap Pelaku Cepat Tertangkap
Setelah melakukan aksi bejatnya, ketiga pelaku langsung merampas telepon genggam milik korban.
"Saya sempat teriak supaya handphone jangan dibawa kabur, soalnya itu punya ibu saya dan adik juga sekarang sekolah online pakai (handphone) itu."
"Tapi mereka malah bentak saya dan bilang kalau kamu mau handphone ini, panggil orang tua kamu kesini," cerita RA dengan wajah yang terlihat begitu lesu.
Orangtua Ingin Pelaku Ditangkap
Sementara itu, Ai (35) ayah kandung RA mengaku sangat tidak terima dengan peristiwa yang menimpa anak pertamanya tersebut.
Tak hanya itu, Ayah dua ini juga begitu bingung sebab handphone yang berhasil dirampas ketiga pelaku dari tangan RA, merupakan satu-satunya milik keluarga mereka.
"Anak saya yang bungsu (adik RA) sekarang juga sekolah via online. Cuma itu handphone yang kami punya. Sekarang saya sama istrj lagi bingung, gimana nanti anak kami mau sekolah," ujarnya.
Pihak keluarga sangat berharap agar para pelaku bisa segera tertangkap.
Untuk itu Ai juga sudah mendatangi kantor kepolisian untuk membuat laporan.
"Tapi laporan kami belum diterima dan diminta datang lagi hari Senin karena katanya belum ada yang piket. Mungkin karena masih suasana lebaran," ujarnya.
• Remaja di Pademangan Tewas Dikeroyok, Dipicu Dendam Masa Lalu, Delapan Orang Diringkus dan 2 Buron
Dikenal Rawan
Maya, seorang warga sekitar mengaku tidak kaget lagi dengan aksi kejahatan yang dilakukan oleh waria di kawasan tersebut.
"Disini memang terkenal rawan, banyak banci, banyak juga ulah (kejahatan) mereka. Salah satunya ya itu tadi, mereka sering nodong orang. Jangankan orang yang lewat, pasien-pasien mereka saja banyak yang kena todong," ujarnya.
Bahkan, kata Maya, warga sekitar juga tidak berani untuk melintas di lorong tersebut di malam hari.
Sebab para waria yang biasa mangkal dikawasan tersebut juga terkenal kerap membawa senjata tajam seperti pisau.
• Niat Temui Krisdayanti, Atta Halilintar Tertegun saat Aurel Hermansyah Ungkap Fakta Ini: Oh Gitu
"Iya mereka suka bawa senjata. Baru-baru ini ada perantau asal Medan, dia numpang bermalam di salah satu warung dekat sini. Sama banci-banci itu diganggu juga sampai ketakutan orang itu. Tapi ya bukan cuma orang luar, kita saja takut lewat sini kalau malam-malam."
"Seperti tukang becak, tidak ada yang berani lewat sini malam hari. Mending cari jalan lain, memutar arah atau biasanya lewat dari belakang kodim, disitu lebih aman," ujarnya.
Hal yang semakin menjadikan tempat tersebut tidak aman adalah tidak adanya lampu penerang jalan di lorong tersebut.
"Nah itulah, jalan disini gelap sekali kalau malam. Jadi mereka (waria) merajalela disini. Mereka itu sangat sering dirazia sama aparat, tapi masih saja berbuat ulah," ujarnya. (tribunjakarta/kompas.com)