Laporan Wartawan Tribunnews Taufik Ismail
TRIBUNNEWS. COM, JAKARTA - Pemerintah memutuskan hanya wilayah yang tergolong zona hijau dan zona kuning yang boleh menyelenggarakan sekolah tatap muka.
Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan bahwa pembukaan sekolah tersebut tetap harus memenuhi sejumlah persyaratan.
"Dan itu pun dengan berbagai persiapan, simulasi, persiapan yang harus dilakukan," ujar Wiku di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa, (11/9/2020).
Untuk daerah yang termasuk zona merah dan zona oranye menurut Wiku dilarang membuka sekolah tatap muka.
Baca: Ridwan Kamil Sebut Jawa Barat Mulai Buka Sekolah Tatap Muka Secara Hati-hati
Alasannya, menunggu hasil evaluasi pembelajaran tatap muka di daerah zona hijau dan kuning.
"Untuk daerah yang merah dan oranye, mohon agar tidak membuka sekolah dahulu, karena kita perlu belajar bersama-sama dari sekolah yang resiko rendah, untuk membuka aktivitas yang potensi penularannya cukup tinggi," katanya.
Sebelumnya pemerintah memprioritaskan pembukaan sekolah (tatap muka) di daerah yang tergolong zona hijau penyebaran Covid-19.
Baca: Perjuangan 2 Siswi SMA Rela Jadi Pemetik Kopi Agar Bisa Mengikuti Sekolah Online di Pagaralam
Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan pembukaan aktivitas sekolah hasil dari kesepakatan 4 kementerian, yakni Kemenkes, Kemendagri, Kemenag, dan Kemendikbud tersebut harus tetap memperhatikan sejumlah syarat.
"Yang perlu diperhatikan terutama dari aspek keselamatan, kesiapan, persetujuan, dan simulasi," kata Wiku.
Menurut Wiku satuan pendidikan harus memperoleh izin dari dari Pemda atau kantor wilayah, kepala sekolah, komite sekolah, dan orang tua siswa dalam membuka kegiatan belajar tatap muka.
"Jika orang tua tidak atau belum setuju maka peserta didik tetap belajar dari rumah dan tidak dapat dipaksakan," katanya.
Syarat selanjutnya, kegiatan belajar mengajar tatap muka dilakukan secara bertahap dengan jumlah peserta didik 30-50 persen dari standar jumlah siswa per kelas.
"Berikutnya adalah dari monitoring dan evaluasi. jika satuan pendidikan terindikasi dalam kondisi tidak aman, atau tingkat risiko daerah berubah jadi lebih tinggi, maka Pemda wajib menutup kembali satuan pendidikan tersebut. Namun proses tersebut harus dilakukan secara bertahap dengan evaluasi yang baik," katanya.
Menurut Wiku perlu pengawalan protokol kesehatan lebih ketat dalam membuka sekolah. Termasuk mereka yang berada di daerah terpencil, terluar, dan tertinggal (3T).
"Banyak satuan pendidikan di daerah 3 T yang sangat kesulitan untuk melakukan pembelajaran jarak jauh dikarenakan minimnya akses pada digital.
Untuk itu imbauan agar lakukan simulasi dan monitoring bagi daerah yang akan memperbolehkan tatap muka perlu dilakukan dengan baik.
Maka dari itu perlu pengawalan dengan ketat protokol dan pembelajaran tatap muka anak-anak kita," pungkasnya.