"Untungnya mereka yang besar-besar sudah bisa bikin nasi goreng atau ceplok telur sendiri.
Palingan ini aja yang paling bungsu aku titip ke tetangga," kata dia.
Shift pagi, sore, dan malam, dijalani Ellyana sebagai pegawai fasilitas perakitan Xiaomi di Satnusa, Batam. Sudah hampir setahun ia bekerja di sana sebagai petugas kebersihan.
Kendati terhitung baru di fasilitas Xiaomi, hubungan Ellyana dan Satnusa sudah terjalin lama.
Ia pernah menjadi operator perakitan untuk produk elektronik rumah tangga beberapa tahun lalu.
"Dulu aku sudah pernah kerja di Satnusa, lalu keluar karena vendornya sudah nggak ada lagi.
Baru-baru ini aku minta kerja lagi ke superintendent aku yang lama, ternyata ada lowongan di fasilitas Xiaomi," ia menjelaskan.
Xiaomi membuka fasilitas perakitan di Satnusa pada 2017 lalu, sebagai bagian dari pemenuhan aturan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) yang dicanangkan pemerintah.
Aturan itu mengharuskan pabrikan asing yang hendak menjual perangkat 4G di Indonesia untuk menyisipkan elemen lokal ke produknya.
Sejauh ini, sudah ribuan tenaga kerja lokal yang terserap berkat berdirinya fasilitas perakitan Xiaomi.
"Kalau aku bilang, untuk ibu-ibu rumah tangga yang belum terlalu tua, (adanya fasilitas Xiaomi di Satnusa) cukup membantulah.
Kalau bisa lebih bayak lagi penerimaan," Ellyana berharap.
Banyak-sedikitnya tenaga kerja lokal di fasilitas perakitan Satnusa tentu bergantung pada banyaknya permintaan dari para pembeli smartphone resmi.
Sayangnya, hingga kini masih marak beredar ponsel ilegal (black market), yang merugikan negara, konsumen, hingga Ellyana dkk.