Laporan Wartawan Tribun Jabar, Andri M Dani
TRIBUNNEWS.COM, CIAMIS – Pelepasliaran Si Abah, macan tutul penguasa Gunung Sawal, ke habitatnya Selasa (25/8/2020) siang menjadi momen yang amat berarti bagi masyarakat Tatar Galuh Ciamis.
Terutama bagi pencinta lingkungan dan konservasi hutan Gunung Sawal.
Setelah menjalani masa rehabilitasi selama 2 bulan di Kebung Binatang Bandung (Bandung Zoo) sejak Jumat (26/6/2020), si Abah hari ini dibawa pulang kembali ke Ciamis untuk dilepasliarkan ke habitatnya di Suaka Marga Satwa Gunung Sawal.
Menurut Dede Nurhidayat SHut dari Satker BKSDA Wilayah III Jabar di Ciamis, si Abah diberangkatkan dari Bandung Zoo pukul 05.00 dengan menggunakan mobil ranger patroli BKSDA.
Si Abah berada dalam kandang yang tertutup dan langsung menuju lokasi pelepasliaran di Blok Pojok, Dusun Pasir Tonggoh, Desa Pasir Tamiang, Kecamatan Cihaurbeuti, Ciamis pukul 08.00 pagi.
Dua jam kemudian langsung dilepasliarkan ke habitatnya hutan Gunung Sawal.
“Perjalanan dari Bandung langsung ke Gunung Sawal ke lokasi pelepas liaran. Pukul 05.00 berangkat dari Bandung, pukul 08.00 sudah ada di lokasi, tidak mampir kemana-mana. Ini semua untuk menghindari kerumunan. Dan agar Si Abah tetap dalam kondisi sehat saat tiba di lokasi dan tidak stres. Pukul 10.00 sudah dilepasliarkan,” ujar Dede Nurhidayat kepada Tribun.
Baca: Wahyu Tri Nugroho: Semoga Sepakbola Indonesia Kembali Jadi Macan Asia
Meski sempat menghuni Bonbin Taman Sari Bandung selama dua bulan, saat dilepasliarkan Selasa siang, kondisi Si Abah benar-benar masih liar lazimnya macan tutul dewasa.
“Masih sifat aslinya dan kemudian dilepaskan ke habitat aslinya dI Gunung Sawal. Si Abah pulang kampung ke kampung aslinya di Gunung Sawal. Si Abah adalah satwa kunci, penduduk asli Gunung Sawal,” katanya.
Dengan dilepasliarkannya Si Abah kembali ke Gunung Sawal, keragaman hayati hutan Suaka Marga Satwa Gunung Sawal tetap terjaga.
Keragaman populasi di Gunung Sawal akan tetap terjaga.
Ketika Si Abah sudah berada kembali di habitat aslinya di Gunung Sawal, menurut Dede biarkanlah Si Abah menjalani sukesi alaminya di kampung halamannya tersebut.
Biarkan Si Abah hidup dan mati secara alami di habitatnya di Gunung Sawal.
Baca: POPULER Seleb: Trio Macan Dimarahi Ganjar | Ridho Sebut Lesty Kejora dan Rizky Billar Settingan
“Biarkan Si Abah menjalani suksesi alaminya di Gunung Sawal. Jangan biarkan Si Abah mati karena ulah manusia, seperti masuk perangkap atau diburu.” ujar Dede.
Meski sudah berusia tua, 12 tahun dan ompong, gigi taringnya sudah patah dan mengalami kerontokan kumis namun menurut keterangan dokter hewan yang memeriksanya, Si Abah masih kuat untuk reproduksi.
Membuahi macan tutul betina. Masih kuat untuk berkembangbiak.
Setelah dilepasliarkan ke habitat aslinya di Gunung Sawal, mudah-mudahan Si Abah segera menemukan kembali keluarganya, betina dan anak-anaknya.
Berbeda dengan saat dilepasliarkan tahun 2018, ketika dilepasliarkan tadi pagi, si Abah tidak lagi memakai kalung radiocollar di lehernya.
“Kalung (radiocollar)nya sudah dilepas. Radiocollar berfungsi efektif hanya selama 3 bulan. Tadi waktu dilepasliarkan, si Abah bebas tak berkalung,” katanya.
Dengan tidak adanya kalung radiocollar yang terpasang menurut Dede, untuk memantau dinamika Si Abah dan populasi macan tutul di Gunung Sawal akan mengandalkan 11 kamera pengintai yang terpasang di sudut-sudut strategis di hutan SM Gunung Sawal.
”Dan tiap tahun ada kegiatan monitoring populasi, penyebaran dan seks ratio macan tutul di Gunung Sawal,” ujar Dede.
Setelah Si Abah dilepasliarkan Selasa (25/8) dengan dukungan penuh pejabat Pemkab Ciamis, TNI/Polri berikut akademisi diharapkan menjadi pertimbangan bagi warga yang akan melakukan upaya-upaya melawan hukum bila ada macan tutul masuk mendekati kampung dan memangsa ternak.
“Kalau ada macan tutul turun gunung segera koordinasi dengan aparat setempat atau hubungi call center BKSDA. Kami akan terus menyosialisasikan dan mengedukasikan tentang penyelamatan satwa liar yang dilindungi. Jangan pasang perangkap, apalagi ditangkap sampai dibunuh. Ada banyak upaya yang bisa dilakukan untuk menghalau kembali macan tutul di hutan,” katanya.
Secara turun temurun warga sekitar hutan Gunung Sawal sebenarnya sudah punya tradisi cara menghalau kalau ada macan tutul yang nyasar masuk pemukiman atau mendekati pemukiman.
Seperti mengusir atau menghalaunya dengan bunyi-bunyian.
“Kalau sampai ada ternak yang dimangsa, memang perlu dipikirkan kerugiannya yang diakibatkannya.” ujar Dede.
Guna menghindari hewan ternak dimangsa macan tutul, jangan membuat kandang ternak mendekati hutan.
Dan buat kandang dengan bahan yang kuat, tidak mudah dimasuki binatang buas seperti macan tutul.
Kandangnya diberi lampu, agar tidak gelap diwaktu malam. Dipasang bunyi-bunyian suara berisik, seperti gantungan kaleng susu bekas atau bekas compact disk (CD) dan sebagainya.
Ke depan, katanya, akan ada upaya pelarangan perburuan satwa di Gunung Sawal, termasuk larangan berburu babi.
Artikel ini telah tayang di tribunjabar.id dengan judul Kembali ke Habitatnya, Biarkan Si Abah Hidup dan Mati di Gunung Sawal