Walaupun demikian, Toto mengatakan dia tidak melakukan penipuan, seperti disangkakan oleh polisi.
"Tidak benar kami melakukan penipuan," kata Toto tanpa mau menjelaskan secara rinci, dengan alasan kasusnya masih dalam proses penyidikan.
Mengapa masyarakat tertarik bergabung ke Keraton Sejagat?
Walaupun Toto akhirnya mengaku kerajaannya fiktif belaka, namun muncul pertanyaan tentang apa yang disebut sebagai 'kemampuannya' dalam menghimpun anggota, yang menurut polisi mencapai 500 orang,
Peneliti tentang kemunculan kerajaan-kerajaan 'baru' di Indonesia, yang juga staf pengajar di Departemen Politik dan Pemerintahan Universitas Gadjah Mada (UGM), Bayu Dardias Kurniadi, menyebut sosok Toto memiliki kemampuan "masuk ke dalam struktur keyakinan masyarakat sehingga mampu mendapat pengikut dan percaya apa yang dikatakannya".
Bayu mengamati sebagian besar pengikut Toto berasal dari kalangan menengah ke bawah secara ekonomi, dengan latar pendidikan "kurang memadai", serta sebagian besar berusia tua.
"Pada kondisi masyarakat seperti itu, secara psikologis ketika ada seseorang yang menawarkan 'hey, Anda itu penyelamat dunia loh', mereka akan tergerak," kata Bayu kepada wartawan di Yogyakarta, Furqon Ulya Himawan untuk BBC Indonesia, akhir Januari 2020.
"Mereka lalu berpikir, bahwa hidup mereka tidak muspro, ada sesuatu yang mereka bisa sumbangkan untuk dunia ini, lewat sosok Toto," jelasnya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Raja dan Ratu Keraton Agung Sejagat Menangis Divonis 4 dan 1,5 Tahun",