Pertama mengajukan peninjauan kembali (PK) terhadap putusan MA itu atau mengajukan permohonan garasi kepada presiden.
"Jadi, kami menunggu sikap dia apa. Karena masih ada beberapa upaya yang bisa dilakukan. Dia bisa garasi, dia bisa PK. Kami persilakan melakukan itu," ujar dia.
Namun, jika langkah hukum itu tidak dilakukan, Andi akan menyampaikannya ke Kejaksaan Agung supaya diproses eksekusi.
"Setelah semua langkah tidak dilakukan, kami laporkan ke pimpinan. Kapan dan di mana eksekusi," ujar dia.
Ketua Tim Penasehat Hukum Sugeng Santoso, Iwan Kuswardi masih akan berkonsultasi dengan kliennya. Rencananya, pihaknya akan melayangkan upaya hukum lanjutan.
“Kalau rencana tim penasehat hukum akan mengajukan upaya hukum. Namun, semua ini tergantung pada Sugeng Santoso sendiri, kalau mau menerima putusan tersebut tim penasehat hukum tidak bisa apa-apa,” kata dia.
Iwan menyayangkan vonis hukuman mati itu. Sebab, berdasarkan hasil visum, Sugeng tidak memutilasi korban dalam keadaan hidup.
“Dalam kasus Sugeng, kesimpulan visum et repertum berbunyi jenazah dipotong post mortem artinya jenazah meninggal lebih dahulu baru dipotong-potong oleh Sugeng,” ujar dia.
Iwan menilai, Mahkamah Agung juga tidak mempertimbangkan kondisi kejiwaan kliennya.
Sebab, di awal ditangkap, Sugeng seperti orang yang mengalami gangguan jiwa dan merupakan tunawisma.
“Persoalan menjadi rumit karena terhadap kejiwaan Sugeng sama sekali tidak dilakukan pemeriksaan. Apakah Sugeng termasuk orang yang normal sehingga bisa mempertanggungjawabkan perbuatan pidana atau sebaliknya,” ungkap dia.
Kasus mutilasi oleh Sugeng bermula dari temuan potongan tubuh wanita di lantai 2 Pasar Besar Kota Malang pada Selasa, 14 Mei 2019 lalu.
Berdasarkan hasil penyelidikan, Polres Malang Kota menangkap Sugeng sebagai pelakunya.
Sampai saat ini, identitas korban mutilasi itu belum diketahui. Korban diperkirakan juga merupakan seorang tunawisma. (Andi Hartik)
Artiket ini telah muat di Kompas.com denga judul: Sugeng Santoso, Pelaku Mutilasi di Malang Divonis Hukuman Mati