TRIBUNNEWS.COM, MALANG -- Berniat meringankan hukumannya setelah divonis hukuman seumur hidup, Sugeng Santoso (50) pelaku mutilasi di Kota Malang malah diputus hukuman mati.
Terpidana kasus mutilasi tersebut divonis hukuman mati oleh Mahkamah Agung, setelah ia melakukan kasasi.
"Kami sudah terima keputusan dari Mahkamah Agung yang memperbaiki keputusan pengadilan menjadi hukuman mati," kata Kepala Kejaksaan Negeri Kota Malang, Andi Darmawangsa, saat diwawancara usai operasi masker di Jalan Soekarno-Hatta Kota Malang, Selasa (15/9/2020) malam.
Vonis hukuman mati oleh MA memperberat vonis yang telah dijatuhkan di Pengadilan Negeri (PN) Kota Malang dan Pengadilan Tinggi (PT) di Surabaya.
Baca: Pelaku Mutilasi di Pasar Besar Kota Malang Divonis Hukuman Mati di Pengadilan Tingkat Kasasi
Sebelumnya, Sugeng dituntut hukuman penjara seumur hidup oleh Pengadilan Negeri Kota Malang dalam persidangan di PN Kota Malang.
Namun, hakim PN Kota Malang memvonis Sugeng dengan hukuman penjara selama 20 tahun.
Melalui tim penasehat hukumnya Sugeng melakukan banding ke Pengadilan Tinggi di Surabaya dan hasilnya menguatkan putusan vonis PN Kota Malang.
Sugeng kemudian mengajukan kasasi ke MA. Hasilnya, hukuman untuk Sugeng diperberat menjadi hukuman mati.
"Dituntut seumur hidup, diputus 20 tahun. PT menguatkan 20 tahun, Mahkamah Agung putus mati," kata Andi.
Baca: Fakta Kasus Mutilasi Elvina di Sumut: sang Kekasih dan Ibu Kandungnya Jadi Tersangka Pembunuhan
"Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi terdakwah dan JPU. Memperbaiki putusan pengadilan negeri menjadi hukuman mati," ujar dia.
Andi belum mengetahui pertimbangan MA memberikan vonis hukuman mati. Sebab, dirinya belum mendapatkan berkas salinannya.
"Yang kami terima baru petikan. Belum putusan yang penuh," kata dia.
PK atau Grasi Presiden
Andi mengatakan, masih ada dua pilihan langkah hukum yang bisa dilakukan oleh Sugeng.
Pertama mengajukan peninjauan kembali (PK) terhadap putusan MA itu atau mengajukan permohonan garasi kepada presiden.
"Jadi, kami menunggu sikap dia apa. Karena masih ada beberapa upaya yang bisa dilakukan. Dia bisa garasi, dia bisa PK. Kami persilakan melakukan itu," ujar dia.
Namun, jika langkah hukum itu tidak dilakukan, Andi akan menyampaikannya ke Kejaksaan Agung supaya diproses eksekusi.
"Setelah semua langkah tidak dilakukan, kami laporkan ke pimpinan. Kapan dan di mana eksekusi," ujar dia.
Ketua Tim Penasehat Hukum Sugeng Santoso, Iwan Kuswardi masih akan berkonsultasi dengan kliennya. Rencananya, pihaknya akan melayangkan upaya hukum lanjutan.
“Kalau rencana tim penasehat hukum akan mengajukan upaya hukum. Namun, semua ini tergantung pada Sugeng Santoso sendiri, kalau mau menerima putusan tersebut tim penasehat hukum tidak bisa apa-apa,” kata dia.
Iwan menyayangkan vonis hukuman mati itu. Sebab, berdasarkan hasil visum, Sugeng tidak memutilasi korban dalam keadaan hidup.
“Dalam kasus Sugeng, kesimpulan visum et repertum berbunyi jenazah dipotong post mortem artinya jenazah meninggal lebih dahulu baru dipotong-potong oleh Sugeng,” ujar dia.
Iwan menilai, Mahkamah Agung juga tidak mempertimbangkan kondisi kejiwaan kliennya.
Sebab, di awal ditangkap, Sugeng seperti orang yang mengalami gangguan jiwa dan merupakan tunawisma.
“Persoalan menjadi rumit karena terhadap kejiwaan Sugeng sama sekali tidak dilakukan pemeriksaan. Apakah Sugeng termasuk orang yang normal sehingga bisa mempertanggungjawabkan perbuatan pidana atau sebaliknya,” ungkap dia.
Kasus mutilasi oleh Sugeng bermula dari temuan potongan tubuh wanita di lantai 2 Pasar Besar Kota Malang pada Selasa, 14 Mei 2019 lalu.
Berdasarkan hasil penyelidikan, Polres Malang Kota menangkap Sugeng sebagai pelakunya.
Sampai saat ini, identitas korban mutilasi itu belum diketahui. Korban diperkirakan juga merupakan seorang tunawisma. (Andi Hartik)
Artiket ini telah muat di Kompas.com denga judul: Sugeng Santoso, Pelaku Mutilasi di Malang Divonis Hukuman Mati