News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

UU Cipta Kerja

Dosen Korban Represif Polisi Meski Tak Ikut Demo Tolak UU Cipta Kerja: Saya Mengira Itu Ajal Saya

Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

PBHI Sulsel saat menggelar jumpa pers terkait pengaduan kekerasan dilakukan oknum polisi, Minggu (11/10/2020).

Laporam Wartawan tribun-timur.com, Sayyid Zulfadli

TRIBUNNEWS.COM, MAKASSAR - Seorang dosen salah satu Perguruan Tinggi (PTS) di Makassar berinisial AM (27) menjadi korban salah tangkap dan korban tindakan represif oleh pihak kepolisian.

AM menjadi korban salah tangkap saat dirinya terjebak pada saat aksi unjuk rasa penolakan Undang-undang Ombnibus Law Cipta Kerja berujung ricuh di Makassar pada 8 Oktober 2020.

Kepada tribun-timur.com, Minggu (11/10/2020) AM bercerita, sebelum aksi berlangsung ricuh, dirinya berada di depan minimarket Kantor Gubernur Sulsel, Makassar, Jl Urip Sumiharjo sekitar pukul 21.45 Wita.

Terpisah, Kabid Propam Polda Sulsel, Kombes Pol Agoeng Adi Kurniawan yang dikonfirmasi masih mengumpulkan data.

"Terkait salah satu dosen yang menjadi korban salah tangkap dan dianaya kita baru membaca berita tersebut. Kita juga belum dapat laporan. Tapi kita selidiki," kata Kombes Pol Agoeng Adi Kurniawan, Minggu (11/10/2020) malam.

Ceritanya, AM pada saat itu selesai membeli makanan, kemudian dia ingin print berkas BKD di tempat ia biasanya Depan Univ Bosowa, namun situasi telah memanas.

Akhirnya, AM tetap berada di depan minimarket untuk menunggu redanya aksi demonstrasi tolak Omnibus Law tepatnya di bale-bale depan minimarket tersebut.

Namun, saat ricuh dan polisi menembakkan gas air mata, AM pun sempat berpindah dari tempat pertama lantaran ingin menghindari gas air mata tersebut.

"Saat itu saya menjauh guna hindari gas air mata, makanya saya berada lebih dekat dengan minimarket itu," katanya.

Baca: Keranda Puan Maharani Membawa Sari Labuna Jadi Tersangka Demo Tolak UU Cipta Kerja di Makassar

Tak lama kemudian, polisi melakukan penyisiran dan AM pun ditangkap dan dipukuli di depan minimarket tersebut.

Saat ditangkap AM tidak melarikan diri karena menganggap dirinya tidak mengikuti aksi.

Pada saat penangkapan AM sempat memperlihatkan Kartu Tanda Pengenal (KTP) serta memberitahukan identitas bahwa dirinya seorang dosen.

Namun oknum polisi saat itu langsung memukuli dan menginjak-injak AM hingga terjatuh berkali-kali.

"Saya jelaskan bahwa saya dosen dan tidak ikut unjuk rasa tapi oknum polisi itu langsung memegang kerah baju saya, lalu memukul pada bagian wajah dan kepala. Selain itu oknum polisi itu juga menggunakan tameng memukul paha, saya terjatuh beberapa kali dan berusaha berdiri, bahkan saya mengira malam itu ajal saya," tuturnya.

Sari Labuna, satu dari 30 mahasiswa dan remaja yang ditangkap dalam unjukrasa Tolak Omnibus Law di Jl Sultan Alauddin, Makassar, Kamis (8102020) malam. (ist)

Setelah itu, AM diseret dan dibawa masuk ke dalam mobil polisi.

"Di mobil polisi saya menjelaskan identitas dan memberitahu bahwa saya dosen sehingga ada seorang pimpinan memberikan penjelasan untuk tidak melakukan pemukulan. Namun setelah pimpinannya meninggalkan tempat maka beberapa oknum polisi kembali melakukan pemukulan pada bagian kepala, tidak hanya itu ada seorang oknum polisi yang juga melontarkan kata 'Dosen Su*da**' sambil memukul kepala saya," jelas.

Akibatnya, AM mengalami luka pada memar pada bagian wajah serta luka goresan pada bagian wajah, bengkak serta memar di bawah mata sebelah kanan hingga pendarahan bagian mata kanan.

Baca: Siapa Sari Labuna, Satu-satunya Mahasiswi yang Ditangkap Saat Demo Tolak UU Cipta Kerja di Makassar?

Luka-luka bagian mulut, luka gores pada bagian tangan kanan kiri, lebam pada punggung sebelah kanan dan paha sebelah kanan, serta pembengkakan pada daerah kepala.

Kemudian, AM pun dibawa ke Polrestabes Makassar.

Di Polrestabes AM mengaku tidak mengalami kekerasan secara fisik apapun, malahan mendapatkan perlakuan baik berupa pemberian obat penghilang rasa nyeri.

Tapi yang ia sayangkan ada seorang oknum kepolisian yang memberikan perlakuan kasar secara verbal.

Suasana saat demonstran tolak Omnibus Law dibebaskan usai menjalani pemeriksaan di Polrestabes Makassar, Jl Ahmad Yani, Sabtu (10/10/2020) dini hari. (Tribun Timur/Sayyid)

Hal ini terjadi meskipun AM telah memberikan penjelasan bahwa dia seorang dosen dan tidak ikut dalam aksi.

Bahkan AM memberikan penjelasan dia disorot CCTV yang dapat dijadikan dasar untuk membuktikan pernyataannya bahwa tidak ikut serta, tidak sedikitpun menyetuh badan aspal jalan sejak berada di lokasi.

Namun hal ini tidak diindahkan oleh oknum tersebut, malahan sembari melontarkan kata berisi kekerasan verbal.

"Saya coba jelaskan lagi identitas saya, tapi kata oknum polisi pada malam itu di Polrestabes Makassar berkata 'Tidak ada itu dosen' padahal saya telah menjelaskan kronologi kenapa saya ada di tempat tersebut," ucap AM sambil menirukan kata oknum polisi itu.

Baca: 6 Pengunjuk Rasa Tolak UU Cipta Kerja di Makassar Jadi Tersangka, Seorang di Antaranya Mahasiswi

Setelah berada di Polrestabes Makassar kurang lebih 1x24 jam AM pun diperbolehkan meninggalkan Polrestabes.

AM mengaku sangat menyayangkan tindakan represif oknum polisi tersebut dikarenakan melanggar hak asasi manusia yang dijamin dalam UUD 1945.

"Haparan saya kiranya pimpinan dalam hal ini Pak Kapolda dan Pak Kapolres yang saya yakin belum mengetahui hal tersebut, agar segera menindak dan memproses secara hukum oknum polisi yang telah melakukan pelanggaran HAM dan telah mencoreng nama baik institusi Polri yang seharusnya mengayomi bukan melakukan penganiayaan secara membabi buta," tuturnya.

Ratusan pengunjukrasa Tolak UU Cipta Kerja menyerang Mapolsek Rappocini, Jl Sultan Alauddin, Makassar, dipukul mundur polisi, Kamis (8/10/2020) malam. Mereka berhasil dipukul mundur setelah Tim Penikam Polrestabes Makassar, Tim Thunder Polda Sulsel dan Brimob Polda Sulsel tiba di Mapolsek Rappocini. (Tribun Timur/Muslimin Emba)

"Perlakuan tersebut jauh dari semangat pemisahan TNI-POLRI amanah Reformasi, hal ini tidak dapat dibenarkan karena tidak ada satupun ketentuan peraturan perundang-undangan yang memperbolehkan atau memberikan kewenangan kepada pihak aparat Kepolisian untuk mengamankan dengan metode seperti ini, sehingga saya akan menggunakan hak-hak saya melalui mekanisme legal formal yang dijamin dalam peraturan perundang-undangan," ujarnya.

Artikel ini telah tayang di tribun-timur.com dengan judul Beginilah Kelakuan Polisi di Makassar, Dosen Hukum Korban Salah Tangkap Dianiaya Padahal Cuma Lewat

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini