Laporan Wartawan Tribunnews.com, Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - "Halo agamanya apa? Selamat Natal ya."
Kalimat ramah tersebut hangat terdengar dari seorang pria paruh baya berkulit sawo matang.
Senyum simpul menghias wajahnya.
Kalimat - kalimat lainnya pun terucap, kali ini dengan susunannya yang terdengar tak lazim.
Beberapa menit kemudian, dua orang pria lainnya berjalan mendekat ke arah kami, baju santai, tanpa alas kaki, potongan rambut senada, seolah mereka ingin ikut serta bercengkerama.
"Anu, iya," ucap salah seorang dari mereka, terdengar sedikit lirih dan diakhiri dengan tawa.
Beberapa lainnya tampak sibuk menyusun rapi matras di halaman, lantas membaringkan badan, bersantai, berjemur, menikmati matahari pagi.
Sesekali mereka berkomunikasi satu sama lain, namun ada juga yang hanya saling bergandengan tangan, berjalan mengelilingi bangunan.
Dan beberapa ada yang hanya menatap kosong ke arah depan, tanpa seutas kata.
Mereka yang juga makhluk sosial, Orang Dengan Masalah Kejiwaan (ODMK), yang Tribunnews.com temui di Griya Palang Merah Indonesia (PMI) Peduli, didirikan oleh PMI Cabang Solo, Sabtu (26/12/2020).
Mereka - mereka juga sang penerima manfaat dari Griya Schizofren, wadahnya anak muda yang peduli dengan ODMK.
Gerakan mulia yang dikembangkan oleh penerima 8th SATU Indonesia Awards dari PT Astra Internasional Tbk, Triana Rahmawati.
Lengkapnya gerakan ini digagas oleh Tim PKM-M Universitas Sebelas Maret (UNS), selain Triana juga dua rekannya Febrianti Dwi Lestari dan Wulandari.
Apa yang dilakukan komunitas anak muda ini jelas melibas batas masyarakat yang masih menganggap kesehatan jiwa sebagai isu marjinal.
“Gerakan kami panggilan hati, sukarela, karena rasa kepedulian, memegang prinsip kesetaraan dengan para ODMK,” ujar Triana kepada Tribunnews.com, Minggu (27/12/2020).
Griya yang berarti rumah dan Schizofren yang memiliki kepanjangan Social, Humanity and Friendly, dua makna tersebut mengiringi aksi mereka.
Baca juga: Astra Life Gandeng Traveloka, Hadirkan Perlindungan Jiwa dan Kesehatan yang Terjangkau
Triana mengatakan komunitas yang berdiri sejak tahun 2013 itu mengajak para ODMK menjalani terapi dengan prinsip sosial.
Terapi mengaji, bernyanyi, menggambar, mendongeng, mewarnai, dan aktivitas sosial lainnya, hingga akhirnya membentuk pola komunikasi positif.
Dan efeknya, mereka yang sebelumnya terbuang, dianggap meresahkan, tak bernilai di tengah masyarakat, pada akhirnya relung kesendirian mereka terisi.
“Mereka setidaknya merasakan diperlakukan sebagai layaknya manusia, sebagai makhluk sosial, memiliki nilai, dan tentunya memiliki asa untuk survive di kehidupan ini,” ujarnya.
Tebar Asa di Tengah Pandemi Covid-19
Sebelum Pandemi Covid-19, pendekatan sosial yang dilakukan Griya Schizofren rutin dilakukan.
Namun kini adanya virus, menjadi batas sementara antara puluhan volunteer Griya Schizofren dengan para ODMK.
Tak diam, Triana dan rekan volunteer lainnya tetap aktif, menjalin komunikasi dengan para pengurus ODMK, yakni Griya PMI Peduli.
Mereka kini gigih menjalankan program membantu pendanaan untuk meringankan beban Griya PMI Peduli dalam menjaga kesejahteraan ODMK.
Satu di antaranya, selama tiga bulan ini, Griya Schizofren sedang menggalang bantuan, rencananya akan diberikan kepada para ODMK target di awal tahun 2021 nanti.
Selain itu, lanjut Triana, Griya Schizofren juga tetap menyebarluaskan informasi terkait puluhan ODMK di Griya PMI Peduli, yang terletak di Kawasan Mojosongo, Jebres, Solo.
Mengedukasi masyarakat, agar mereka menempatkan orang dengan gangguan kejiwaan sama dan setara.
“Namun tetap jauh dari lubuk hati terdalam kami, pasti ada part yang kurang, tanpa adanya aktivitas sosial bersama mereka,” lanjut alumnus Fakultas Ilmu Sosiologi, UNS tersebut.
“Kami juga selalu menekankan, agar masyarakat tidak hanya membantu secara parsial, namun juga secara pendekatan sosial, ada sentuhan persahabatan serta kasih sayang, yang akan lebih mendekatkan esensi mereka sebagai manusia,” imbuhnya.
Efek Terapi Sosial
Kebaikan Griya Schizofren tetap masih terasa bahkan di tengah Pandemi Covid-19.
Walaupun kegiatan harus dibatasi, namun komunikasi baik yang sudah dilakukan volunteer komunitas Griya Schizofren kepada ODMK menjadi nilai tambah dan kesan tersendiri.
Hal tersebut diakui oleh Yudiyanto selaku Kasi Griya PMI Solo, saat berbincang dengan Tribunnews.com, Minggu (27/12/2020).
“Rekan-rekan ODMK memang paling dekat dengan para volunteer Griya Schizofren, lantaran cara mereka bersahabat, tidak memandang sebelah mata, hingga akhirnya mendatangkan kesan tersendiri di hati rekan-rekan ODMK,” ujarnya.
Baca juga: Grup Astra Kontribusi 61 Persen Ekspor Kendaraan Roda Empat Indonesia
Yudi panggilan akrabnya, menyebut sebelum pandemi, para volunteer Griya Schizofren selalu aktif berkegiatan di Griya PMI Peduli.
Namun kini harus dibatasi, karena Kesehatan para ODMK adalah yang terpenting saat ini.
Adanya hal tersebut, Yudi pun menceritakan soal kekhawatiran rekan-rekan komunitas Griya Schizofren.
“Selama Pandemi Covid-19, komunikasi kami terus berjalan, rekan-rekan Griya Schizofren memang khawatir dengan kondisi ODMK, bahkan rutin menanyakan bantuan apa yang bisa dilakukan,” katanya.
Yudi mengatakan sejauh ini, selama pandemi sudah banyak bantuan yang diberikan Griya Schizofren untuk Griya PMI Peduli.
Mulai dari bantuan dana, alat-alat kesehatan seperti baju hazmat, masker, obatan-obatan termasuk suplemen untuk petugas Griya PMI Peduli, dan masih banyak lagi.
Bahkan saat Idul Adha 2020 lalu, Griya Schizofren menyumbangkan satu ekor sapi, lanjut Yudi.
Baik Griya PMI Peduli dan Griya Schizofrens, setidaknya mereka menjadi tempat hangat di dunia yang luas ini, mengayomi para ODMK, dan menebar asa untuk mereka.
Singkirkan Stigma Negatif
“Kita harus belajar memanusiakan manusia yang bahkan tak termanusiakan,” tambah Kepala Markas PMI Solo Agus Setyo Utomo.
Agus mengapresiasi apa yang sudah dilakukan Griya Schizofren selama ini, ada semangat anak muda di dalamnya
Dirinya mengakui cara terapi sosial yang dilakukan oleh Griya Schizofren seirama dengan apa yang dilakukan Griya PMI Peduli.
Setiap hari petugas Griya PMI Peduli hidup berdampingan dengan para ODMK, mengajak berkomunikasi, atau setidaknya menjadi pendengar cerita-cerita 'ajaib' mereka.
“Walaupun ceritanya ngalor-ngidul (tidak jelas),” terangnya.
Baca juga: PWI Pusat dan Astra International Hadirkan Tokoh Muda Inspirator Penggerak Tolak Human Trafficking
Menurut Agus, mendampingi mereka yang memerlukan dukungan moral dalam keterbatasan adalah perjuangan yang tidak mudah.
Bahkan tak sesederhana yang dibayangkan, memang perlu hati dan nurani.
Dari total 300 lebih orang dengan gangguan kejiwaan yang dirawat di Griya PMI Peduli, Agus berkisah ada banyak yang sembuh, ada yang sudah menemukan keluarganya yang selama ini hilang.
Ada juga yang meninggal, bahkan ada yang masih terus mengabdi untuk Griya PMI Peduli.
Agus sepakat seperti yang telah dilakukan Griya Schizofren, bahwa orang dengan gangguan kejiwaan tidak seharusnya hidup dalam stigma negatif.
“Bahkan seorang yang dianggap gila oleh masyarakat sekalipun tidak hilang haknya sebagai manusia,” pungkasnya.
(Tribunnews.com/Garudea Prabawati)