Habis itu diseret keliling kolong sekitar dua jamanlah," kata Faharudin, Minggu (17/1/2021) sore tadi.
Menurut Faharudin, mulanya sang reptil enggan melepas jasad Yati.
Namun, beberapa kapal boat Warga Desa Ranggi, yang mencari keberadaan Yati, membuat sang reptil terkejut lalu membiarkan tubuh Yati mengapung begitu saja.
"Terakhir ada boat kawan kawan dari Desa Ranggi, setelah itu baru jasadnya bisa diambil. Kalau tidak ada boat itu mungkin tidak akan dilepas oleh buaya itu," tegasnya.
Habitat rusak
Baca juga: Cerita Bocah Lolos dari Amukan Buaya, Pegangan Erat di Tiang, Sempat Tendang Kepala Buaya
Kasus tewasnya Yati, perempaun asal Selapan Sumsel, korban sambaran buaya di Kolong Ranggi Bangka Barat, beberapa hari lalu, menarik perhatian sejumlah pihak.
Apalagi buaya juga sering ditemukan di habitat serupa di berbagai kabupaten di Provinsi Bangka Belitung (Babel).
Tak hanya di Bangka Barat, namun kisah seputar maraknya buaya pernah terjadi di Kabupaten Bangka.
Sejumlah warga di kabupaten ini juga pernah jadi korban sambaran buaya.
Kepala Satpol PP Kabupaten Bangka, Kusyono mengatakan, begitu banyaknya aktivitas manusia yang merusak habitat buaya, jadi penyebab konflik buaya dan manusia terus terjadi.
"Itu khususnya untuk di daerah kita sendiri. Dugaan kita juga seperti itu. Di mana mereka (buaya) keluar dari tempat habitat mereka.
Yang biasanya di daerah bakau. Apalagi sekarang musim hujan, bisa saja mereka berpindah tempat. Dari sungai A ke sungai lain, karena meluapnya permukaan air," jelasnya kepada Bangkapos.com, Senin (18/1/2021).
Kerusakan lingkungan, seperti begitu maraknya tambang timah ilegal yang merusak habitat buaya, harus disikapi secara bijaksana.
Masyarakat, diminta agar jangan terlalu memikirkan diri sendiri, tanpa memikirkan dampak kerusakan yang disebabkan oleh aktivitas pertambangan.