Edi Kurniawan mengatakan, bongkahan batu diduga meteor itu berwarna hitam kehijauan di bagian dalamnya.
Sementara teksturnya keras dan berbeda dengan tekstur batu pada umumnya.
"Batunya sekitaran kepala tangan orang dewasa, bentuknya tidak utuh, sudah seperti bongkahan gitu. Kalau beratnya ditimbang lebih kurang 2,3 kilogram," jelas Edi Kurniawan.
Pengamatan di lokasi, dari lokasi jatuhnya batu diduga meteor di rumah Mujilah, tampak bagian tanah membentuk lubang dengan diameter 5 cm dan kedalaman 5 cm.
Oleh pemilik rumah, lokasi tempat jatuhnya bongkahan batu dikelilingi oleh pagar kecil yang dibuat dari batang dan bambu diikat tali.
Tampak di bagian dinding rumah Mujilah yang dilapisi batu bata seperti terbentur benda keras.
Sementara sebagian genting rumah tampak merosot dan jatuh.
Sontak, berita jatuhnya bongkahan batu diduga meteor itu menjadi tontonan sejumlah masyarakat yang datang dari Kampung Astomulyo ataupun dari kecamatan lainnya di Lampung Tengah.
Sementara itu, peneliti OAIL dan Dosen Program Studi Sains Atmosfer dan Keplanetan, Robiatul Muztaba menduga, suara dentuman yang terdengar oleh warga di Kabupaten Lampung Tengah dan Tanggamus ada hubungannya dengan fenomena jatuhnya meteorit tersebut.
“Diduga, suara dentuman terdengar saat meteorit pecah di langit atau dikenal sebagai fenomena fireball,” kata Robiatul.
Robiatul menambahkan, warga tidak perlu panik dengan adanya fenomena jatuhnya meteorit tersebut.
Warga bisa menghubungi peneliti jika fenomena serupa terulang kembali.
“Fenomena hujan meteor memang terjadi sepanjang Januari 2021. Puncak hujan meteor terjadi pada 3-4 Januari lalu,” kata Robiatul.
( Tribunlampung.co.id / Syamsir Alam / kompas.com )
Artikel ini telah tayang di tribunlampung.co.id dengan judul Batu Meteor yang Jatuh di Lampung Tengah Direndam Air, Peneliti Itera: Jangan Diminum!