NS menyebutkan bahwa anaknya tersebut sering dipanggil ke ruangan kepsek dan disuruh untuk kayang, lalu anaknya digerayangi di bagian dada.
Selain itu, anaknya juga pernah dibawa pelaku ke hotel melati di daerah Medan Selayang dan ke rumah pelaku di Medan Tuntungan pada saat jam sekolah.
"Dia cerita sambil nangis, kami tanya disuruh ngapain terus dia jawab untuk oral. Di penginapan sudah ada tiga kali dibawa terus dibawa ke rumah pelaku."
"Itu dibawa pada saat jam sekolah, alasannya katanya mau bawa ke kantor camat ambil piala. Kalau di ruangannya, dia disuruh kayang terus dadanya diraba-raba dadanya, matanya ditutup pakai kain, dipangkunya terus diraba dadanya," tutur NS.
Tak terima dengan perlakuan tersebut, NS bersama suaminya akhirnya melaporkan kejadian yang telah berlangsung pada 2018 hingga 2019 tersebut ke Polda Sumut.
"Besoknya kami langsung ke Polda Sumut, saya tak terima betul anak saya dibuat seperti itu. Ini membuat kami terpukul. Dan dari cerita semua korban, anak saya yang paling parah," tegasnya.
Ia menyebutkan bahwa saat ini keluarga telah membawa korban ke psikiater untuk menceritakan kejadian tersebut.
"Setelah dua jam dibujuk psikater dia akhirnya menceritakan semuanya. Dan mengaku tidak ada dimasukkan oleh pelaku," tutur NS.
NS menyebutkan bahwa saat ini sudah ada 6 orang korban yang sudah pernah mengaku dilecehkan oleh oknum Kepsek BS tersebut.
Kata NS, saat ini anaknya telah duduk di bangku SMP.
Adapun laporan keluarga diterima Polda Sumut dengan bukti Laporan Polisi Nomor: STTLP/640/IV/2021/SUMUT/SPKT I tertanggal 1 April 2021.
Baca juga: Kakak Adik Dirudapaksa Ayah Tiri, Jadi Tempat Pelampiasan Nafsu Berkali-kali, Korban Lapor ke Ibunya
Baca juga: Jeritan Tak Digubris, Pemandu Lagu Dirudapaksa Lima Pengunjung Karaoke, Ini Kronologinya
Belakangan, Ketua Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait menyebutkan bahwa oknum kepsek itu adalah seorang pendeta.
Arist Merdeka Sirait menyebutkan ada 7 siswi SD yang menjadi korban oknum kepsek BS.
Arist sendiri mengaku sudah menerima laporan dari orangtua korban pada 9 April 2021 lalu.