Di tengah kesibukannya sebagai Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi memutuskan berkantor di kelurahan-kelurahan. Eri menjelaskan tujuan dan oleh-oleh yang didapatkan selama blusukan. Juga penegasan Cak Eri bahwa sampai kapanpun Tri Rismaharini atau Bu Risma, wali kota Surabaya sebelumnya, akan dianggap sebagai guru.
Berikut ini wawancara lengkap Direktur Pemberitaan Tribun Network sekaligus Pemimpin Redaksi Harian Surya, Febby Mahendra Putra dengan Cak Eri.
Anda juga rajin blusukan, ngantor di kelurahan. Apa tujuannya?
Saya tidak boleh mendengar dari satu orang. Namun saya harus bisa mendengar dari semua lapisan. Menyakitkan, mungkin iya. Kekurangan pasti ada. Namun, untuk menyempurnakan pelayanan publik, itu harus dilakukan.
Saat di kelurahan, kami sampaikan, pelayanan publik semuanya harus melalui aplikasi. Ketika warga kesulitan, cukup dengan datang ke kelurahan. Itulah keberhasilan pemerintah dengan melibatkan seluruh stakeholder dalam membangun kota.
Ada pengalaman menarik saat blusukan?
Pelayanan kota harus penuh terobosan, inovatif, solutif dengan mempertimbangkan aturan yang ada. Saya sampaikan (contoh), kemampuan kita dalam menyelesaikan sebuah masalah. Jangan sampai masyarakat merasa di-pingpong . Namun, pejabat harus bisa menjelaskan persyaratan apa saja yang dibutuhkan.
Saya berharap, apa yang saya lakukan selama berkantor di kelurahan bisa diteruskan lurah. Namun, kalau masih ada warga yang ngresulo, bisa langsung kontak dengan saya.
Makanya, semua kontak OPD, camat, harus jadi satu. Mereka juga bisa menelepon kepala dinas atau bahkan saya, bisa. Sehingga bisa langsung diputusin. Sehingga, kalau masih belum bisa mutusin, mungkin harus berganti (lurahnya diganti).
Memimpin Kota Surabaya membutuhkan waktu dan energi besar. Bagaimana Anda membagi alokasinya?
Semakin tidak jelas. Sebab, setiap waktu harus keluar (turba). Ketika malam, saya harus keluar. Saya sebelum jadi wali kota pulang pukul 22.00 WIB. Setelah jadi wali kota Alhamdulillah pulang jam 01.00 WIB.
Sebab, setelah selesai kerja, saya harus evaluasi masalah kawan-kawan. Termasuk menyelesaikan masalah untuk dikerjakan keesokan harinya. Sebab, masalah banyak. Kalau solusi ditemukan, sistem kerja cepat.
Bagaimana menjaga kesehatan di masa pandemi?
Kami ada swab dalam beberapa periode tertentu secara rutin. Menjaga imun dengan membuat hati bahagia. Untuk bisa bahagia, ngaji dan tahajud dikuati. Apa yang kita lakukan kita pasrahkan kepada Allah.
Olahraga rutin. Di lapangan dengan ketemu rakyat, juga bisa olahraga. Dzikir juga diperkuat. Terutama saat blusukan. Dengan menjaga prokes. Kita pasrahkan dengan tetap berikhtiar menjalankan prokes.
Terkait program vaksinasi, bagaimana progresnya?
Surabaya termasuk yang cepat. Sehingga, mengangkat Jatim menjadi daerah dengan vaksinasi tercepat di Indonesia. Memang, ada saja yang tidak mau divaksin. Misalnya, ada yang takut tambah sakit, sampai ada yang tensi naik setiap mau suntik. Ini PR bagi kami.
Menurut hitungan Anda, kapan kira-kira pandemi berakhir?
Kita tidak pernah ada yang tahu kapan berhentinya. Gusti Allah yang tahu. Kita harus bersahabat. Artinya, ekonomi harus tetap jalan, sosial harus tetap jalan tapi angka penularan harus ditekan.
Ekonomi harus bergerak di masa pandemi. Pemasaran UMKM secara online. Sebab, pemasaran tak bisa dengan offline. RHU (Rumah Hiburan Umum) kita buka, tapi prokes kita kencangi.
Yang bisa menjaga, bukan pemerintah, tapi warga. Sehingga, ketika ada relaksasi ekonomi, jadi dua mata pisau tajam. Kalau kita tak menggerakkan ekonomi, mati kita. Tapi kalau kita hanya mengejar ekonomi, Covid bisa naik. Sehingga, harus berjalan beriringan. Buka namun dengan prokes.
Misalnya, di bioskop. Pengunjung mall langsung naik 30 persen. Namun, kami sampaikan ke pengelola, jangan sampai kepercayaan ini disia-siakan. Jangan sampai angka Covid naik. Ternyata, ini dijaga benar ketika kepercayaan ini diberikan.
Surabaya dikenal berhasil di bawah kepemimpinan Wali Kota Surabaya sebelumnya, Tri Rismaharini. Bagaimana cara Anda melepas bayangan dari Bu Risma? Atau justru Anda tidak berusaha lepas?
Setiap pemimpin mempunyai karakter yang berbeda. Apa yang terbaik dari pemimpin yang lama, kita teruskan. Sehingga, kami memiliki jargon 'Meneruskan Kebaikan'.
Saat mengaji mulai kecil diajarkan untuk berterimakasih kepada pemimpin sebelumnya. Artinya, kalau ada kebaikan maka harus diteruskan.
Dalam meneruskan, saya tidak dengan karakter yang sama. Misalnya, pelayanan BPJS kepada seluruh warga. Pelatihan teknologi kepada RT sehingga pelayanan cukup datang ke RT.
Juga membawa HT seperti Bu Risma?
Saya tidak dengan HT, sebab lokasi HT bisa dideteksi. Saya memilih menggunakan HP. Sebagai contoh, suatu saat saya datang dari Jakarta, saya lihat jalan Ahmad Yani kotor. Ini bukan daun baru, tapi daun lama, artinya lama nggak disapu.
Saya telepon jajaran yang bertanggungjawab. Saya ikut nyapu, sedikit. Saya ajari cara nyapu. Sistem nya seperti ini. Prinsipnya, ketika saya memilih kepala dinas dan jajarannya, maka sistemnya harus jalan.
Style beda nggak harus seperti Bu Risma?
Ibu Risma ini sebagai seorang ibu. Misalnya saat mendatangi demo, Ibu bisa saja memarahi pendemo dengan karakter keibuannya. "Kamu ini anak saya," Seperti itu. Ibu nggak dilawan. Tapi, kalau saya menirukan, bisa gegeran dengan pendemo.
Masih kontak untuk meminta pendapat Bu Risma?
Saya masih kontak dengan beliau. Sebab, bagi saya, beliau adalah guru dan guru tak ada kalimat bekas. Sampai kapanpun beliau adalah guru saya.
Sampai hari ini, saya masih kontak dengan guru SMP, guru ngaji, hingga para kiai untuk minta nasihat. Menurut saya, kesempurnaan memimpin ini ada ketika kesinambungan sesama untuk membangun.
Saya masih cium tangan dengan para guru saya. Bu Risma juga merupakan guru dan orang tua seperti guru saya lainnya.
Kapan pertama Anda bertemu Bu Risma?
Ketika saya masuk (Dinas) Bina Program. Bertemu dengan Bu Risma. Saya kembali ditempa. Akhirnya, saya menjadi Plt Kepala Bagian Bina Program, kemudian Kepala Dinas Cipta Karya, Kepala Bappeko, baru menjadi wali kota. (bobby koloway)
Baca juga: Walikota Surabaya Ingin Makam Orangtuanya Terang dengan Menjadikan Jabatan Ladang Amal (1)