TRIBUNNEWS.COM, JAMBI - Wilayah Tanjung Jabung Barat menjadi tantangan bagi jajaran kepolisian di sana. Satu di antara tantangan itu adalah, kabupaten itu menjadi jalur penyelundupan benur atau benih lobster. Bagaimana Polres Tanjung Jabung Barat menghadapi tantangan itu? Simak wawancara Tribun Jambi bersama Kapolres Tanjung Jabung Barat, AKBP Guntur Saputro.
Sepanjang Bapak bertugas di Tanjung Jabung Barat, berapa banyak kasus penyelundupan benur yang diungkap?
Selama saya di Polres Tanjung Jabung Barat, empat kali menggagalkan penyelundupan benih lobster. Yang pertama di satu mobil ada 15 box styrofoam, kedua menggagalkan 25 box, ketiga 77 box, dan yang terakhir ini ada 36 box. Totalnya ada 156 box styrofoam.
Ada 25 kantong dalam setiap styrofoam, setiap kantongnya ada 200 benih lobster. Benih lobster ini ada dua jenis: ada yang pasir dan mutiara. Kurang lebih kalau dikonversi ke rupiah, Rp100 miliar yang berhasil kia selamatkan untuk tidak menyeberang, khususnya ke luar negari. Karena,sumber daya ikan ini sangat memiliki potensi keuangan negara. Ekonominya luar biasa, jika bisa dikelola dengan baik.
Empat kali penyelundupan, sejak kapan?
Sejak tahun 2020 awal. Saya menjabat (Kapolres Tanjung Jabung Barat) pada akhir 2019. Jadi, 2020 awal itu mulai marak.Benih lobster ini sebenarnya sudah cukup menjadi favorit. Saat dulu mendengar informasi dari Bu Susi, ini jadi salah satu prioritas yang harus diamankan, karena menjadi salah satu permmintaan terbesar di negara Vietnam, karena di sana ada genetika lobster yang bagus, budidaya lobster yang baik, akhirnya lobster itu kembali lagi ke Indonesia.
Keluar Indonesia dengan harga minimal, kembali ke Indonesia dengan harga maksimal. Tentunya, ini akan jadi kerugian negara yang besar jika tidak kita kendalikan dengan baik, tidak kita awasi, apa lagi bisa menyebar ke negara tetangga.
Ini menjadi PR dari tahun ke tahun, karena benih lobster ini menjadi favorit bagi oknum-oknum tertentu yang ingin mendapatkan fee yang besar, dengan cara mudah dan cepat. Komunikasi di antara mereka juga sulit dilacat karena terputus, baik antara pemasok barang mau pun calon penerima barang yang ada di negara lain.
Tapi kita tidak pernah menyerah, tetap berupaya. Tanjung Jabung Barat ini menjadi salah satu pintu favorit bagi para oknum penyelundup, karena kita ada satu kuala yang bisa menempuh waktu singkat ke Singapura, dengan kapal cepat bisa ditempuh 2,5 hingga 3 jam.
Selain Tanjung Jabung Barat, ada lagi satu pintu, yaitu Tanjung Jabung Timur. Jambi ini memang sering menjadi salah satu tujuan utama para penyelundup untuk mentransitkan benur itu sehingga bisa dikirim dengan mudah ke luar negari.
Pengalaman selama ini, benur ini didatangkan dari mana?
Dari keterangan beberapa tersangka yang kita tangkap, ada menyebutkan bahwa, rata-rata yang kita tangkap ini berperan mengatur penyelundupan benur biasanya dari Kota Jambi menuju Kuala Tungkal atau dari Kuala Tungkal menuju kapal cepat yang sudah menunggu di ambang luar. Dari keterangan mereka ini, ada yang menyebutkan dari Lampung, Pangandaran, dan Jawa Timur.
Beberapa waktu lalu kita bersama Satgas Gempur dari Polda, gabungan dari Tanjab Timur, Tanjab Barat, Ditpolairud Polda, kita mencoba menelusuri lebih dalam dan lebih tinggi siapa pemasok dan penerima barang.
Alhamdulillah waktu itu tim cukup berhasil karena salah satu penyuplai barang dari Pangandaran ini berhasil kita telusuri dan lengkapi alat buktinya, sehingga bisa kita tangkap, kita amankan, kita proses penegakan hukumnya. Jadi yang bisa dibuktikan yang berasal dari Pangandaran saat itu.
Kita lakukan penegakan hukum secara profesional. Karena apabila suplier-nya tidak bisa kita tangkap maka lalu lintas, ini akan terus-menerus, karena banyak yang siap menjadi penghubung mau pun lalu lintas penyelundupm baik yang di darat mau pun yang di laut, karena cukup tinggi tawaran yang menggiurkan dengan waktu yang cukup cepat dan cara kerja yang tidak begitu rumit, mereka diiming-imingi dengan tawaran fee yang cukup menggiurkan. Ini menjadi atensi kita supaya lingkungan di Tanjung Jabung Barat ini bisa berupaya sama-sama menggagalkan penyelundupan benur ini.
Dari empat kali penangkapan, mereka hanya berhenti di level nelayan saja atau bisa ditingkatkan ke level di atasnya?
Salah satu yang bisa ditingkatkan ke level atasnya ialah penelusuran dari apa yang ditangkap di Tanjung Jabung Timur mau pun di Tanjung Jabung Barat, kita harus terintegrasi baik itu penyidik antar-Polres mau pun di Polda Jambi.
Pak Kapolda Jambi melihat itu sebagai sindikat, sehingga kita melakukan evaluasi. Yang ditangkap di timur, di barat, mau pun di Polda, kita kerucutkan, apakah mereka memiliki konektivitas, sama-sama memiliki sumber pengiriman yang sama.
Ternyata di beberapa penangkapan kita memang memiliki hubungan, sehingga hubungan-hubungan itu kita sinkronkan. Di timur suplainya sama, di barat juga sama, sehingga itu menjadi kelengkapan alat bukti, petunjuk, mau pun saksi, sehingga bisa tarik ke suplier-nya, makanya yang di Pangandaran bisa kita amankan, termasuk yang di Riau yang menyiapkan kapal cepat, karena kapal cepat yang disiapkan itu manakala sudah menerima pengiriman benur dari sungai mereka memiliki mesin yang cukup besar dan cukup kencang.
Kasus terakhir, penangkapan dengan pelaku AS alias Acok di tengah laut, bagaimana kronologinya?
Kelompok ini sudah diendus bekerja selama Ramadan. Indikasinya mereka memanfaatkan momen Ramadan ini--yang kita fokusnya pada Covid-19, lalu lintas orang, dan karena masih masa pandemi--mereka melihat itu sebagai peluang untuk penyelundupannya.
Saat penegak hukum sedang berkonsentrasi yang lain, mereka memanfaatkan situasi itu. Indikasi itu sudah kita cium cukup lama dan sudah kita lakukan upaya lebih. Namun mereka cukup licin karena memanfaatkan waktu-waktu saat petugas lengah, antara pukul 00.00 WIB hingga dini hari.
Saat kita lakukan penangkapan di sungai menuju arah muara, empat orang ini tidak menyerah begitu saja. Saat disuruh berhenti, mereka tetap melajukan pompong, tapi dengan kesigapan petugas, kita sudah siap untuk mengejarnya.
Tapi keberhasilan kali ini tidak hanya petugas Polri saja yang bekerja, kita juga memberdayakan masyarakat di sepanjang jalur Kuala Indah, Sungai Limpung, Betara, semua masyarakat yang kita rekrut menjadi Satgas Gempur kita pasang menjadi masyarakat yang suka rela peduli terhadap lingkungan, khususnya penyelundupan benur di wilayah Tanjung Jabung Barat.
Apa ancaman hukuman yang diterapkan pada mereka?
Mereka dikenakan ancaman Undang-undang Perikanan, yang ada dalam Undang-undang nomor 45 tahun 2009, melanggar pasal 88 Jo pasal 26 dan pasal 92 Jo pasal 16 yang ancaman hukumannya delapan tahun dan denda maksimal Rp1,5 miliar.
Apa pesan Anda masyarakat Tanjung Jabung Barat, khususnya di pesisir?
Upaya penanganan penyelundupan benur ini tidak bisa hanya dibebankan kepada Polri. Ini menjadi tugas dan tanggung jawab kita bersama untuk menyelamatkan sumber daya ikan di negara kita, karena benur ini bisa menjadi unggulan sumber daya yang bisa dimanfaatkan maksimal. (Mareza Sutan A J)
Baca juga: Sepak Terjang Kombes Pol Sumardji, Jadi Kapolresta Langsung Perangi Covid-19 (2-Habis)