TRIBUNNEWS.COM, MABA – Beberapa bulan ke belakang, kesejahteraan nelayan di wilayah Halmahera Timur sempat menjadi sorotan.
Beberapa pihak menyebut sedimentasi yang terjadi di wilayah Moronopo menjadi penyebab turunnya pendapatan nelayan.
Isu kerusakan lingkungan pesisir pun merebak.
Bahkan sebelumnya pihak Dinas LHK Pemkab Haltim bersama DPRD yang juga melibatkan para tokoh masyarakat, adat dan pemangku desa setempat telah melakukan tinjauan pascalongsor.
Kepala Bidang LHK Pemkab Haltim, Abra Kura membenarkan adanya sedimentasi di pesisir pantai Moronopo. Bahkan kondisi itu sudah berlangsung lama.
"Sudah lama, sampai sedimen di pesisir itu terjadi pendangkalan. Jadi bukan hari ini, sudah lama. Mungkin paling besar waktu longsor itu," ucapnya, Rabu (21/7/2021).
Longsor terjadi juga disebabkan faktor alam. Berdasarkan data yang diperolehnya, kata Abra, memang terjadi anomali curah hujan pada bulan Maret lalu hingga 900 mm lebih. Dalam sehari bisa mencapai 250 mm.
"Sementara data Amdal sendiri, pengamatan data 10 tahun terakhir di tahun 2015 itu paling tinggi dalam sebulan cuma 400 sekian mm," paparnya.
Hujan deras membuat tanggul sungai jebol karena tak mampu menahan debit air.
Di titik itulah terjadi banjir deras yang membawa sebagian material dari atas dan mengendap di pesisir.
Belakangan muncul protes kelompok masyarakat dari dua desa yang menamakan diri Aliansi Masyarakat Peduli Moronopo ke Antam dan juga dinas terkait.
Dari sisi pengujian air laut sendiri sudah rutin dilakukan Antam dan tidak ada masalah. "Nanti kita lihat dari tim kementerian, hasilnya seperti apa," ucapnya.
Abra menambahkan, selama ini memang pihaknya menggunakan data yang diuji Antam.
Hal ini mengingat laboratorium yang direkomendasikan ke Antam itu berasal dari KLHK sendiri dan sudah akreditas nasional.