TRIBUNNEWS.COM - Komisioner KPAI Retno Listyarti memberikan tanggapannya terkait kasus ayah diduga rudapaksa ketiga anak kandungnya di Luwu Timur, Sulawesi Selatan.
Menurut Retno, dalam penanganan kasus kekerasan seksual, seharusnya yang perlu diutamakan adalah pemenuhan hak-hak untuk korban.
Salah satunya adalah hak untuk mendapatkan pemulihan atas kekerasan seksual yang diterima korban.
Retno kemudian mempertanyakan apakah selama prosesnya korban sudah mendapatkan hak pemulihan tersebut.
Baca juga: Kuasa Hukum Ungkap Kejanggalan Kasus Viral Pelecehan Ayah kepada 3 Anaknya yang Ditutup Polisi
Untuk itu, Retno menginginkan pihak berwajib bisa mengungkapkan terkait hak pemulihan itu, dan sudah sejauh mana dilakukan.
Pasalnya biasanya pemulihan pada korban kekerasan seksual membutuhkan waktu yang cukup panjang.
"Korban kekerasan seksual ini kan yang harus kita utamakan adalah pemenuhan hak-haknya dulu. Jadi kita juga ingin tahu sebenarnya."
"Makanya kalau dari proses yang ada ini apakah korban mendapatkan pemulihan, seberapa pemulihan itu."
Baca juga: Kasus Tiga Anak di Luwu Timur Diduga Dirudapaksa Ayah Kandung, Terduga Pelaku Buka Suara
"Karena sebenarnya pemulihan korban kekerasan seksual ini cukup panjang," kata Retno dalam tayangan video di kanal YouTube Kompas TV, Jumat (8/10/2021).
Retno pun berharap, agar ada bukti baru yang bisa menguak kelanjutan dari kasus ini.
"Jadi kami mendorong untuk semua bukti baru ini mudah-mudahan menguak seperti apa kelanjutan kasus ini," imbuhnya.
Baca juga: Penjelasan Terbaru Suami di Luwu Timur yang Dituduh Mantan Istri Setubuhi 3 Anak Kandungnya
KSP Minta Kapolri Buka Kembali Kasus Kekerasan Seksual Anak di Luwu Timur
Diwartakan Tribunnews.com, Kantor Staf Presiden (KSP) menyampaikan keprihatinan mendalam atas terjadinya tindak rudapaksa dan kekerasan seksual yang dialami tiga kakak beradik berusia di bawah 10 tahun di Luwu Timur, Sulawesi Selatan.
Diduga pelakunya adalah ayah kandung korban.
Walaupun kasus telah berlangsung pada tahun 2019 dan penyelidikan telah dihentikan Polres, KSP berharap agar Polri membuka ulang proses penyelidikan kasus tersebut.
"Perkosaan dan kekerasan seksual terhadap anak tindakan yang sangat serius dan keji. Tindakan tersebut tidak bisa diterima oleh akal budi dan nurani kemanusiaan kita."
"Terlebih lagi bila yang melakukan adalah ayah kandungnya. Oleh karen itu pelakunya harus dihukum berat,” kata Jaleswari Pramodhawardani, Deputi V KSP bidang Politik, Hukum, Hankam, HAM dan Antikorupsi serta Reformasi Birokrasi, dalam keterangannya, Jumat (8/10/2021).
Baca juga: Jaleswari: Kekerasan Seksual Terhadap Anak Tidak Bisa Ditolerir
Untuk diketahui dalam beberapa hari terakhir publik dikejutkan viralnya berita rudapaksa dan kekerasan seksual yang dialami tiga kakak beradik yang diduga dilakukan ayah kandungnya.
Peristiwa ini terjadi di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan pada tahun 2019.
Karena tidak menemukan cukup bukti, Polres Luwu Timur menghentikan proses penyelidikan pada tanggal 10 Desember 2019, persis dua bulan setelah kasus di laporkan ibu korban.
Menurut Jaleswari, peristiwa rudapaksa dan kekerasan seksual kepada anak ini sangat melukai nurani dan rasa keadilan masyarakat.
Menurutnya, Presiden Jokowi sangat tegas dan tidak bisa mentolerir predator seksual anak.
Baca juga: Tagar #PercumaLaporPolisi Trending di Twitter, Imbas Penghentian Kasus Dugaan Ayah Rudapaksa Anaknya
Jaleswari mengatakan bahwa Presiden Joko Widodo telah meneken Peraturan Pemerintah (PP) No 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak.
Sebelumnya, dalam rapat terbatas tentang Penanganan Kasus Kekerasan kepada Anak tanggal 9 Januari 2000 Presiden Jokowi juga memberi arahan agar kasus kekerasan terhadap anak ditindaklanjuti secepat-cepatnya.
Presiden menginginkan agar pelaku kekerasan terhadap anak diberikan hukuman yang bisa membuatnya jera.
“Walaupun anak-anak, suara korban harus kita dengarkan dan perhatikan dengan seksama. Termasuk suara Ibu para korban. Bayangkan saja mereka adalah anak-anak kita sendiri,” kata Jaleswari.
Baca juga: Perjalanan Kasus Ayah Diduga Rudapaksa 3 Anaknya di Luwu Timur, Awal Pelaporan hingga Sekarang
Karena itu, ia meminta Kapolri untuk membuka kembali kasus tersebut bila ditemukan adanya kejanggalan atau kesalahan dalam proses penyelidikan di Polres Luwu Timur, Sulawesi Selatan tersebut.
“Karena itu, kalau memang ditemukan adanya kejanggalan dan kesalahan dalam proses penyelidikan oleh Polres Luwu Timur yang menyebabkan diberhentikannya proses penyelidikan pada akhir tahun 2019 yang lalu."
"Atau ditemukannya bukti baru sebagaimana disampaikan oleh Ibu korban dan LBH Makassar, maka kami berharap Kapolri bisa memerintahkan jajarannya untuk membuka kembali kasus tersebut,” tuturnya.
Selain itu, ia mengatakan kasus perkosaan dan kekerasan seksual pada anak serta penghentian penyelidikan dengan alasan tidak adanya bukti ini semakin memperkuat urgensi pengesahan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang mengandung norma khusus terkait tindak pidana kekerasan seksual.
(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Taufik Ismail)