Menurutnya, ritual buang celana dalam itu juga atas perintah dari para kuncen ataupun pemandu para peziara.
Maka itu mereka juga perlu ada pembinaan bagi kuncen-kuncen atau pemandu para peziarah.
“Kalau perlu memang harus dibina para pemandu atau kuncen peziarahnya, agar tidak ada lagi ritual buang celana dalam,” tandasnya.
Komentar Warga
Solihin (36), warga Desa Mekarbuana, Kecamatan Tegalwaru mengungkapkan celana dalam itu milik pengunjung yang ke puncak Gunung Sanggabuana untuk melakukan ziara dan ritual.
Setelah melakukan itu untuk membuat sial, mereka sengaja membuang pakaian ataupun celana dalam ke area sekitar lokasi.
"Jadi seperti yang disyaratkan gitu oleh kuncennya untuk membuang kaos atau celana dalam setelah mandi di pancuran di puncak gunung untuk buang sial," katanya, pada Senin (25/10/2021).
Dijelaskannya, kebiasaan itu telah dilakukan sejak lama.
Khususnya ketika bulan maulid nabi seperti ini.
Bahkan celana dalam ataupun kaos lainnya yang dibuang itu dikumpulkan hingga berkarung- karung.
"Dulu mah sampai berkarung-karung, karena dibersihinnya jarang. Sekarang mah sering dibersihkan dan langsung dibakar sama warga," terang dia.
Solihin menambahkan para peziarah yang datang itu kebanyakan dari luar daerah Karawang.
Mereka datang dengan berbagai kepentingan, satu di antaranya membuang sial.
Mereka awalnya datang ke puncak gunung Sangganabuana dan diwajibkan mandi di pancuran.
Ada tiga pancuran di puncak gunung dan pengunjung bisa memilih satu di antara untuk mandi.
Kemudian setelah selesai mandi, celana dalam yang dipakai mandi harus dibuang di sekitar tempat pemandian.
"Kuncen akan mengarahkan pengunjung untuk melakukan ritual buang sial. Jadi memang memiliki kepercayaan buang sial dengan membuang celana dalam usai mandi dipancuran itu," paparnya. (tribun network/thf/TribunBekasi.com/Wartakotalive.com)