Hakeng yang juga menjabat Kepala Bidang Pertambangan dan Energi di Dewan Pimpinan Pusat Forum Komunikasi Maritim Indonesia (FORKAMI) ini mengatakan, patut diduga klaim ini hanya akal-akalan pemerintah China saja.
"Karena ada dugaan pihak China ingin menguasai cadangan migas raksasa yang terdapat di sekitar wilayah Natuna Utara dengan menggunakan dalil 9 dash line tersebut. Kedaulatan RI atas wilayah ZEE Natuna Utara sudah diakui oleh PBB berdasarkan Hukum Laut Internasional (UNCLOS)," katanya.
Baca juga: Hikmahanto: Indonesia Tak Perlu Tanggapi Protes China Soal Pengeboran Minyak di Natuna Utara
Untuk saat ini di wilayah perairan Natuna ada beberapa perusahaan minyak dan gas yang sedang melakukan kegiatan eksplorasi dengan sistem Production Sharing Contract (PSC). Dan, dari beberapa data yang ada, maka diyakini wilayah perairan Natuna tepatnya di Natuna Timur, memiliki cadangan minyak dan gas yang sangat besar.
"Dari data yang ada wilayah Blok Natuna Timur yang dahulu dikenal dengan Blok Natuna D-Alpha, Blok tersebut diperkirakan memiliki cadangan gas sebesar 222 triliun kaki kubik (tcf), dan cadangan gas terbukti (proven gas reserves) sebesar 46 tcf. Blok Natuna Timur juga menyimpan cadangan minyak sekitar 500 juta barel," papar Capt. Hakeng.
Jumlah cadangan gas sebesar itu lanjut Capt. Hakeng mampu memenuhi kebutuhan gas nasional selama 40-60 tahun.
"Dengan besarnya cadangan gas dan minyak tersebut maka sangat besar manfaatnya bagi kedaulatan serta ketahanan energi nasional. Karena itu sudah sepantasnya apabila pemerintah berusaha maksimal untuk mempertahan dan secepatnya mengembangkan Blok Natuna Timur," ucapnya.
Ketegasan Pemerintah Indonesia juga perlu dilakukan untuk menjaga kewibawaan sebagai negara berdaulat dan menjaga ketahanan pangan dan energi nasional.
Mengingat perairan Natuna selain kaya akan Migas, juga kaya akan sumber daya alamnya diantaranya sumber daya perikanan.
"Karena itu kehadiran coast guard di wilayah perairan Natuna secara konsisten sangat diperlukan. Sayangnya sampai saat ini, Coast Guard Indonesia masih belum terbentuk," katanya.
"Kehadiran coast guard, TNI AL, Kepolisian Republik Indonesia di perairan Natuna akan menunjukkan keseriusan Indonesia dalam menjaga teritorialnya," ujar Capt. Hakeng.
Hakeng juga kembali mengingatkan bahwa dalam menjaga kedaulatan negara ini, sebaiknya memaksimalkan peran para nelayan serta para pelaut Indonesia.
Keterlibatan mereka sangat dibutuhkan sebagai informan ketika ada kapal asing atau nelayan asing yang memasuki wilayah Indonesia. Negara-Negara Lain seperti China sendiri pun melakukan pola ini dalam menjaga kedaulatan negaranya.
"Perairan Indonesia itu sangat luas. Para nelayan dan Pelaut Indonesia semestinya dapat dijadikan sebagai "Agen Bangsa" untuk ikut mengawasi 2/3 wilayah Indonesia ini. Mereka bisa menjadi mata serta telinga demi memastikan kedaulatan negara Indonesia tetap terjaga," katanya.
“Esensi Pasal 30 ayat 2 UUD 1945 hasil amandemen kedua, yaitu sistem Hankamrata harusnya bisa segera diterapkan secara maksimal dalam dunia Maritim.