TRIBUNNEWS.COM, GARUT - Herry Wirawan disebut membuat aturan yang sangat ketat kepada korban rudapaksa di pondok pesantrennya.
Pelaku akan memaksa para korban segara pulang ke pondok pesantren jika sedang pulang ke rumah.
Keterangan tersebut disampaikan AN (34) keluarga korban rudapaksa yang berasal dari Kecamatan Pameungpeuk, Garut, Jawa Barat.
"Anak enggak pernah lama di rumah, lebih dari tiga atau lima hari si pelaku Herry langsung nelpon, dia nyuruh kembali ke pondok," kata AN, Kamis (9/12/2021).
Baca juga: Kasus Guru Pesantren Rudapaksa 12 Santri, Pelaku Diduga Pakai Uang Bantuan untuk Sewa Hotel
Pelaku diketahui tinggal seorang diri di dalam pesantren tersebut, sementara pengajar lainnya tinggal di rumah masing-masing.
AN menjelaskan pihak keluarga pun pernah bertanya-tanya dengan aturan ketat yang diberlakukan pesantren milik pelaku.
"Kenapa sih kok ketat banget, tapi ya saat itu tidak berburuk sangka, ketat mungkin aturan yang udah diberlakukan oleh pihak pesantren," ucapnya.
Menurutnya keluarga memilih pesantren tersebut lantaran menawarkan pendidikan gratis.
Tawaran pendidikan gratis tersebut tanpa pikir panjang dipilih lantaran keluarga korban tidak cukup mampu menyekolahkan anaknya.
"Sekolahnya gratis itu, kami pilih pesantren tersebut karena ekonomi kami menengah ke bawah," ungkap AN.
Tidak ada ijazah lulus SMP
Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Garut mengungkapkan fakta terkait pondok pesantren tempat Herry Wirawan mengajar.
Baca juga: Berharap Korban Rudapaksa Oknum Guru Pesantren Dapat Perhatian, LPSK: Jangan Beri Stigma Negatif
P2TP2A mengungkapkan ada korban yang telah lulus dari pesantren tersebut tapi tidak memiliki ijazah.
Makanya, pihaknya sempat kesulitan juga memfasilitasi para korban melanjutkan ke SMA.