TRIBUNNEWS.COM - Herry Wirawan, guru pesantren di kawasan Cibiru, Kota Bandung, Jawa Barat, tak hanya merudapaksa puluhan santriwatinya.
Ia juga mengeksploitasi para korban demi keuntungannya.
Diketahui, Herry merupakan pengurus Pondok Pesantren Madani Boarding School di Cibiru.
Menurut Sekretaris RT setempat, Agus Tatang, para santriwati dipekerjakan sebagai kuli bangunan selama proses pembangunan pesantren tersebut.
"Kalau ada proses pembangunan di sana, santriwati yang disuruh kerja, ada yang ngecat, ada yang nembok, yang harusnya mah laden-nya (buruh kasar) dikerjain sama laki-laki."
Baca juga: Upaya Herry Wirawan Tutupi Aksi Bejatnya, Larang Santri Keluar Rumah, Bahkan Belanja Diantar
Baca juga: Soal Hukuman Kebiri Bagi Pelaku Rudapaksa Santri, Ahli Sebut Kebiri Bukan Hukuman, Justru Pengobatan
"Tapi, di sana mah perempuan semua, enggak ada laki-lakinya," ungkap Agus saat ditemui TribunJabar, Jumat (10/12/2021).
Fakta serupa juga disampaikan Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Livia Istania DF Iskandar.
Mengutip Kompas.com, Livia mengungkapkan Herry mengambil dana Program Indonesia Pintar (PIP) yang seharusnya menjadi hak korban.
"Dana Program Indonesia Pintar (PIP) untuk para korban juga diambil pelaku."
"Salah satu saksi memberikan keterangan bahwa ponpes mendapatkan dana BOS yang penggunaannya tidak jelas, serta para korban dipaksa dan dipekerjakan sebagai kuli bangunan saat membangun gedung pesantren di daerah Cibiru," bebernya.
Parahnya, kata Livia, Herry juga memanfaatkan bayi-bayi korban untuk meminta dana bantuan pada sejumlah pihak.
Bayi-bayi malang yang dilahirkan para korban, oleh Herry diakui sebagai anak yatim piatu.
Karena itu, Livia mendorong Polda Jawa Barat untuk mengusut dugaan eksploitasi ekonomi yang dilakukan Herry.
"LPSK mendorong Polda Jabar juga dapat mengungkapkan dugaan penyalahgunaan, seperti eksploitasi ekonomi serta kejelasan perihal aliran dana yang dilakukan oleh pelaku dapat di proses lebih lanjut," tambahnya.
Dihubungi terpisah, kuasa hukum korban, Yudi Kurnia, mengatakan para santriwati tak 100 persen belajar di pesantren yang dikelola Herry.
Baca juga: HNW Desak Guru Pemerkosa 12 Santriwati Dihukum Terberat
Baca juga: Buntut Kasus Guru Rudapaksa Puluhan Santri, Kemenag Cabut Izin Pesantren Lakukan Pelanggaran Asusila
Mereka mengaku selama ini dijadikan mesin uang oleh Herry.
Setiap harinya, Herry menyuruh para santriwati membuat proposal untuk menggaet donatur agar mau berdonasi untuk pesantren mereka.
Menurut Yudi, tugas membuat proposal tersebut dibagi di antara santriwati.
Ada yang bertugas mengetik dan membereskan proposal untuk menggalang dana.
"Belajarnya tidak full 100 persen, menurut keterangan korban, dia sebetulnya setiap harinya bukan belajar. Mereka itu setiap hari disuruh bikin proposal."
"Ada yang bagian ngetik, ada yang bagian beres-beres proposal galang dana," terang Yudi, Jumat, dikutip dari TribunJabar.
Sangat Tertutup
Kegiatan di Pondok Pesantren Madani Boarding School yang dikelola Herry Wirawan selama ini tertutup.
Bahkan, para santriwati hampir tak pernah berkomunikasi dengan warga sekitar.
Sekretaris RT setempat, Agus Tatang, mengungkapkan aktivitas santriwati di luar pondok hanyalah untuk membeli kebutuhan di warung.
Baca juga: 3 Santri Korban Herry Wirawan Dikeluarkan dari Sekolah, Ada Orangtua yang Sempat Ingin Bunuh Pelaku
Baca juga: PPP Ajak Berempati Pada Santri Korban Kekerasan Seksual, Masa Depan Mereka Masih Panjang
"Selama ini, memang engga ada yang aneh dari sikap para santri di sana. Paling kalau mereka (santriwati) keluar pondok, cuma untuk beli apa gitu di warung."
"Selain itu, mereka juga jarang atau engga pernah ngobrol sama warga di sini. Kalau misalnya, kita ngerasa atau melihat semacam keanehan, mungkin pastilah kita tanya."
"Jadi aktivitas para santri di luar juga cuma buat ke warung aja terus masuk lagi, gitu aja terus," urai Agus, Jumat.
Selain pesantren di Cibiru, Herry diketahui juga mengelola sebuah panti asuhan yatim di Kompleks Sinergi Antapani, Bandung.
Ia menyewa rumah di kompleks tersebut untuk dijadikan panti asuhan sejak 2016.
Warga setempat, Rizal, mengatakan sejak panti asuhan itu terbentuk, Herry melarang para santriwatinya keluar rumah.
Bahkan, menurut Rizal, jika santriwati hendak berbelanja, mereka akan diantar Herry.
"Anak-anak yang ada di situ usia SD dan SMP. Masih bisa bermain di luar padahal."
"Ini kalau mereka keluar untuk belanja saja, harus diantar Herry. Mereka dilarang bicara sama tetangga."
"Ada sekitar 15 sampai 20 anak di situ yang tinggal, semuanya perempuan," beber Rizal saat ditemui TribunJabar, Jumat.
Baca juga: Ketahuan Punya Bayi, 2 Santri Korban Rudapaksa di Bandung Dikeluarkan Usai 2 Minggu Kembali Sekolah
Baca juga: Singgung Kasus Rudapaksa Santri, Ini Kata Komika Bintang Emon Tentang Kelakuan Pelaku
Sejak Herry ditangkap beberapa bulan yang lalu, anak-anak panti asuhan sudah diamankan pihak kepolisian.
Sementara rumah yang dijadikan panti tersebut ditutup dan disegel polisi.
Kondisi serupa juga terjadi di Pondok Pesantren Madan Boarding School.
Agus mengungkapkan pesantren itu sudah ditutup total sejak polisi menggerebek tempat tersebut sekitar delapan bulan lalu.
"Tempat itu pernah digerebek polisi dan minta ditutup aktivitas kegiatan di sana."
"Kejadiannya udah lama, setelah lebaran atau sekitar delapan bulanan kemarin gitu."
"Setelah digerebek polisi, udah engga pernah ada aktivitas lagi disana, sampai sekarang soalnya udah di tutup," pungkas Agus.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W, TribunJabar/Cipta Permana/Sidqi Al Ghifari/Muhamad Syarif Abdussalam, Kompas.com/Agie Permadi)