TRIBUNNEWS.COM - Demi menutupi aksi bejatnya, Herry Wirawan, guru pesantren pelaku rudapaksa, melarang santriwatinya keluar rumah.
Hal ini diungkapkan warga Kompleks Sinergi Antapani, Kota Bandung, Rizal (42).
Diketahui, selain pesantren di Kecamatan Cibiru, Herry juga mengelola sebuah panti asuhan yatim di Antapani.
Menurut Rizal, sejak Herry menyewa rumah untuk dijadikan panti pada 2016 lalu, ia melarang para santriwatinya keluar rumah.
Bahkan, menurut Rizal, jika santriwati hendak berbelanja, mereka akan diantar Herry.
Baca juga: Terbongkar Aksi Bejat Lainnya Guru Pesantren yang Rudapaksa 12 Santri , Korban Dijadikan Kuli
Baca juga: Ketahuan Punya Bayi, 2 Santri Korban Rudapaksa di Bandung Dikeluarkan Usai 2 Minggu Kembali Sekolah
"Anak-anak yang ada di situ usia SD dan SMP. Masih bisa bermain di luar padahal."
"Ini kalau mereka keluar untuk belanja saja, harus diantar Herry. Mereka dilarang bicara sama tetangga."
"Ada sekitar 15 sampai 20 anak di situ yang tinggal, semuanya perempuan," beber Rizal saat ditemui TribunJabar, Jumat (10/12/2021).
Lebih lanjut, Rizal menyebut warga setempat sempat heran lantaran semua santri Herry berjenis kelamin perempuan.
Kendati demikian, selama ini aktivitas di panti Herry tersebut terlihat normal dari luar.
Pada waktu-waktu tertentu, anak-anak mengaji di lantai utama rumah tersebut.
"Warga juga sempat heran, kok yang di panti yatim itu perempuan semua, tidak ada laki-lakinya."
"Ya, laki-lakinya Herry saja. Apa boleh begitu secara agama atau bagaimana, warga percaya saja," katanya.
Setelah santriwati memasuki usia dewasa, ujar Rizal, mereka akan dipindahkan ke pesantren yang ada di Cibiru.
Warga pun menganggap pemindahan itu berkaitan dengan kenaikan kelas seperti di sekolah pada umumnya.
Baca juga: PBNU Kecam Kasus Rudapaksa Belasan Santri di Bandung, Minta Pelaku Dihukum Kebiri
Baca juga: Jumlah Terbaru Korban Guru Agama Herry Wirawan Berjumlah 21 Santri
Salah Gunakan Dana Bantuan
Diketahui, Herry Wirawan menyalahgunakan dana bantuan pemerintah untuk kepentingan pribadinya, seperti menyewa hotel dan apartemen.
Hotel yang disewa Herry, juga digunakannya untuk merudapaksa para korban.
Fakta ini terungkap berdasarkan hasil temuan penyelidikan tim intelijen, selaku pengumpul data dan keterangan di lapangan.
Aksi Herry menyewa hotel dan apartemen itu membuat korban percaya pelaku memiliki ekonomi yang cukup.
"Upaya ini membuat para korban merasa yakin, bahwa yang bersangkutan berkemampuan (dari segi ekonomi)," kata Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jawa Barat, Asep N Mulyana, Kamis (9/12/2021), dikutip dari TribunJabar.
Selama melancarkan aksinya, Herry mengiming-imingi akan menjadikan korban polisi wanita hingga pengurus pondok pesantren.
Awal Mula Kasus Terungkap
Berdasarkan keterangan Herry Wirawan di persidangan, ia sudah melancarkan aksinya sejak 2016 hingga 2021.
Mengutip TribunJabar, aksi bejatnya terungkap saat orang tua salah satu korban mencurigai adanya perubahan pada tubuh sang anak.
Baca juga: Kejaksaan Pastikan Istri Herry Wirawan Tidak Terlibat Terkait Kasus Rudapaksa Belasan Santri
Baca juga: Orangtua Santriwati Korban Rudapaksa Guru Pesantren Jatuh Sakit Saat Tahu Anaknya Hamil
Mereka pun langsung melapor pada kepala desa dan diteruskan pada Polda Jawa Barat serta P2TP2A Kabupaten Garut, Juni 2021 lalu.
Karena tak semua orang tua mengetahui kasus tersebut, 2TP2A Kabupaten Garut memanggil mereka untuk diberi tahu masalah yang menimpa anak mereka di pesantren.
"Semua orang tua syok begitu mengetahui permasalahan yang menimpa anaknya."
"Setelah diberi pemahaman dan pendampingan, akhirnya para orang tua bisa menerima permasalahan tersebut," terang Ketua P2TP2A Kabupaten Garut, Diah Kurniasari, Kamis.
AN (34), salah satu keluarga korban yang berasal dari Kecamatan Pameungpeuk, Kabupaten Garut, mengungkapkan modus pelaku.
Ia mengatakan, Herry kerap memaksan korban untuk segera kembali ke pesantren jika sedang pulang ke rumah.
"Anak gak pernah lama di rumah, lebih dari tiga atau lima hari si pelaku Herry langsung nelepon, dia nyuruh kembali ke pondok," ungkapnya, Kamis.
Kendati demikian, pihak keluarga tak menaruh curiga meski bertanya-tanya mengapa aturan pesantren begitu ketat.
"Kenapa sih kok ketat banget, tapi ya saat itu tidak berburuk sangka, ketat mungkin aturan yang udah diberlakukan oleh pihak pesantren," lanjutnya.
Menurut AN, keluarga korban memilih pesantren tersebut lantaran menawarkan pendidikan gratis.
Baca juga: DPR: Tak Ada Toleransi, Hukuman Berat kepada Guru Pelaku Rudapaksa 12 Santriwati di Bandung
Baca juga: Singgung Kasus Rudapaksa Santri, Ini Kata Komika Bintang Emon Tentang Kelakuan Pelaku
Diketahui, Herry selama ini tinggal seorang diri di dalam pesantren itu.
Sementara pengajar lainnya tinggal di rumah masing-masing.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W, TribunJabar/Muhamad Syarif Abdussalam/Cipta Permana)