Berjalan satu dekade, kualitas yang selama ini dijaga menjadi kunci.
Jalan Terjal Menjadi Perintis Produksi Keju
Perjalanan Noviyanto menjadi perintis produksi keju di Boyolali tidaklah mudah.
Kisah itu bermula saat Noviyanto mendaftar sebagai asisten tenaga ahli pada Deutscher Entwicklungsdienst, sebuah lembaga yang bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Boyolali pada 2007.
Lembaga ini mendatangkan tenaga ahli pengolahan susu dari Jerman, Benjamin Siegl untuk melakukan penelitian tentang potensi pengolahan susu di Boyolali.
Boyolali memang dikenal sebagai kota penghasil susu.
Bahkan kabupaten di timur Gunung Merapi ini mendapat julukan sebagai kota susu lantaran produksi susu sapinya yang melimpah.
Berbekal pendidikan sarjana dan kemampuan bahasa Inggris yang terbilang baik, Noviyanto diterima menjadi asisten Benjamin Siegl.
Mendampingi Benjamin Sigl, mulailah Noviyanto berkeliling Boyolali untuk meneliti kualitas susu di Boyolali.
“Sampai akhirnya ketemu ada daerah taste-nya tinggi, kualitasnya tinggi, cemaran mikobanya sedikit yang mana ini baiknya untuk keju. Kemudian kita coba bikin keju di kantor Bappeda dan minta Bupati untuk mencicipi,” ungkapnya.
Setelah itu, tim pun memberikan rekomendasi kepada Bupati agar dibangun Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) pengolahan susu dimana produksi utamanya nanti keju. Namun, saat itu, usulan tersebut ditolak dengan pertimbangan faktor penjualan.
“Itu tahun 2008 bicara keju, saat itu belum banyak kafe. Warung steak aja baru muncul, belum ada kedai pizza, belum ada media sosial. Jadi, saat disampaikan ke dinas teknis, wajar mereka bertanya, jualnya kemana,” ujarnya.
Meski rekomendasi tidak ditindaklanjuti, lulusan Fakultas Tehnik UMS Solo ini tak putus asa.
Ia akhirnya nekat mendirikan pabrik keju dalam bentuk koperasi pada 2009.