Sebenarnya ada cara-cara kearifan lokal, warisan leluhur yang bisa tetap diterapkan. Misalnya dengan bunyi-bunyian menghalau macan tutul tersebut kembali ke hutan.
Bunyian-bunyian tidak hanya kentongan, tetapi juga ada petasan, kembang api dan berbagai upaya untuk menakuti-nakuti.
“Bila ada macan tutul yang turun gunung mendekati pemukiman. Segera lapor petugas, aparat desa atau langsung ke call center BKSDA. Jangan dijebak, ditangkap atau dibikin perangkap. Koordinasi akan menjadi solusi,” ujar Ilham.
Pelepasliaran si Abah menurut Ilham masih bagian peringatan Hari Konservasi Alam Nasional (HKAN) yang jatuh tanggal 10 Agustus, juga menyemarakan HUT ke-75 Kemerdekaan RI.
“Si Abah kini sudah kembali merdeka, pulang ke habitatnya di Gunung Sawal,” katanya.
Si Abah dan sanak keluarganya sesama macan tutul penghuni hutan Suaka Margsatwa Gunung Sawal, menurut Ilham, merupakan satwa kunci pengendali ekosistem Gunung Sawal. Berada di puncak rantai makanan.
Si Abah dan keturunannya menjadi pengendali populasi babi hutan dan monyet yang sering dianggap hama oleh petani. Ketika populasi macan tutul sebagai predator babi hutan terancam, tentu populasi babi hutan akan berkembang biak tumbuh tak terkendali.
“Dan yang penting, bagi kami si Abah adalah ikon. Semangat memperjuangan Gunung Sawal menjadi kawasan konservasi, seperti taman nasional,” ujar Ilham. (Andri M Dani/Tribun Jabar)
Artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul Si Abah Ditemukan Tinggal Kerangka, Jasad Macan Tutul Penguasa Hutan Gunung Sawal Itu Diawetkan