TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat, akhirnya memutuskan untuk mengajukan banding atas putusan yang dijatukan majelis hakim pada terdakwa pemerkosaan belasan anak di Bandung, Herry Wirawan.
Permintaan itu dituangkan JPU dalam memori banding yang ditujukan ke Pengadilan Tinggi (PT) Bandung, melalui Pengadilan Negeri (PN) Bandung.
"Kami kemarin Senin 21 Februari 2022, sudah menyatakan sikap, menyatakan banding, upaya hukum banding terhadap putusan Pengadilan Negeri Kelas IA Bandung," ujar Kepala Kejati Jabar, Asep N Mulyana saat ditemui di kantor Kejati Jabar, Jalan Riau, Kota Bandung, Selasa (22/2).
Baca juga: Persib Bisa Memanfaatkan Momen Penting 15 Menit Pertama dan Terakhir
Menurutnya, kejahatan yang dilakukan Herry merupakan kejahatan serius dan masuk kategori the most serious crime.
"Kejahatan yang dilakukan oleh Herry Wirawan itu sebagai kejahatan sangat serius ya, sehingga kami tetap konsisten bahwa tuntutan kami adalah tuntutan pidana mati," katanya. "Kami akan terus konsisten dalam tuntutan yang kami ajukan pada prekusor kami sebelumnya," tambahnya.
Herry, yang memperkosa 13 siswinya divonis bersalah dan dijatuhi hukuman penjara seumur hidup oleh majelis hakim.
Vonis dibacakan majelis hakim yang dipimpin Yohanes Purnomo Suryo di Pengadilan Tipikor Bandung, Selasa (15/2). Vonis itu lebih rendah dari tuntutan JPU Kejati Jabar, yang menuntut Herry dengan hukuman mati serta kebiri kimia.
Baca juga: Persib Akhirnya Bisa Tendang Bhayangkara FC
Selain hukuman mati dan kebiri kimia, JPU juga menuntuk Herry dijatuhi hukuman denda Rp 500 juta dan restitusi kepada korban Rp 331 juta.
JPU juga meminta yayasan yang dikelola korban, termasuk Madani Boarding School disita dan dilelang.
JPU mengatakan, tuntutan hukuman itu sesuai dengan pasal-pasal yang ada, yakni Pasal 81 ayat (1), ayat (3) dan (5) jo Pasal 76.D UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan pertama.
JPU mengatakan restitusi atau ganti rugi untuk anak korban senilai Rp 331 juta harus dibayar oleh Herry, bukan dibebankan kepada negara. Ini, kata Asep, tentu ada alasannya.
"Kalau sekarang ada restitusi yang diserahkan kepada negara, ini seolah-olah negara kemudian yang salah, seolah kemudian nanti akan menciptakan bahwa ada pelaku-pelaku lain nanti kalau berbuat kejahatan, itu ada negara yang menanggungnya," ujar Asep.
Baca juga: Praktik Mafia Visa di Bali Bersumber dari Hulu
Terkait pembubaran Yayasan Manarul Huda yang menaungi rumah tahfidz Madani, Madani Boarding School hingga rumah yatim yang dikeloa terdakwa, kata Asep, hal itu juga penting untuk dilakukan. Sebab, ia menilai keberadaan yayasan erat kaitannya dengan pemerkosaan yang dilakukan Herry.
"Terkait dengan pembubaran yayasan, kami tetap konsisten untuk meminta hakim Pengadilan Tinggi untuk membubarkan yayasan," katanya.