TRIBUNNEWS.COM, KARAWANG-RIZKI terus memeluk peti mati sambil menangis.
Perempuan berusia 28 tahun itu seperti masih sulit percaya, Moreno Aditya (10), anak pertamanya, telah tiada.
Moreno menjadi korban saat Pesantren Miftahul Khoirot, di Desa Manggungjaya, Kecamatan Cilamaya Kulon, Kabupaten Karawang, terbakar hebat, Senin (21/2).
Tak sepatah pun keluar dari mulutnya saat memeluk peti mati berisi jasad anaknya itu. Tangisnya bahkan sudah nyaris tak bersuara. Tubuhnya lunglai di samping peti.
Nakim (54), juru bicara keluarga Moreno, mengatakan meski baru berusia sepuluh tahun, Moreno terbilang sudah cukup lama nyantri Pesantren Miftahul Khoirot.
Sejak lulus Paud, ujar Nakim, Moreno sudah menjadi santri di tersebut.
"Dia anak yang periang," ujar Nakim, kemarin. "Ia juga prihatin. Anak yang baik," lanjutnya tersendat.
Orang tua Moreno, kata Nakim, sudah bercerai. Setelah bercerai, Rizki, ibunda Moreno, kemudian bekerja di Tangerang, sementara Moreno tinggal bersama uwaknya di di Dusun Puloluntas, Desa Sukamulya, Kecamatan Cilamaya Kulon, Kabupaten Karawang.
Meskipun merantau, kata Nakim, kasih sayang Rizki pada Moreno sama sekali tak berkurang.
"Perhatiannya kepada Moreno luar bisa," kata Nakim.
Nakim mengatakan, saat kejadian kebakaran, mereka langsung mencari tahu keadaan Moreno ke pesantren.
Namun, takdir tak dapat ditolak, Moreno ikut menjadi salah satu dari delapan santri yang ditemukan sudah dalam keadaan tewas di antara puing salah satu kamar di pesantren yang hangus. Mereka tak bisa menyelamatkan diri karena api sudah telanjur membesar.
Selain di kediaman Moreno, suasana duka juga begitu terasa di kediaman Satria Khalifah Aryana (12) di Kampung Hegarmanah, Desa Purwadadi Barat, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang. Alif, sapaan akrab Satria, juga meninggal saat Pondok Pesantren Miftahul Khoirut terbakar.
"Alif baru dua tahun nyantri di sana," ujar Yayan Suryano, kakek Alif, saat ditemui di rumah duka, kemarin.