News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Sejoli Tewas Tertabrak Mobil

Sidang Kopda Andreas, Saksi Bantu Gotong Tubuh Korban: Handi Masih Bernapas Usai Kecelakaan

Editor: Wahyu Aji
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Persidangan pengemudi kecelakaan tabrakan Nagreg, Kopda Andreas Dwi Andoko di Pengadilan Militer Bandung, Rabu (13/4/2022).

TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Pengadilan Militer Bandung menggelar sidang kasus kecelakaan tabrak lari yang terjadi di Nagreg, Kabupaten Bandung, hingga menewaskan Handi (16) dan Salsabila (14), Rabu (13/4/2022).

Persidangan sudah berlangsung lima kali, empat di Jakarta dan satu di Bandung.

Duduk sebagai terdakwa di pemeriksaan pertama Kopda Andreas Dwi Atmoko.

Dalam sidang dihadirkan sebanyak 9 orang saksi.

Seorang saksi Syaifudin Zuhri mengatakan saat kejadian ia tengah berada di seberang lokasi kejadian dan sedang bekerja di toko bangunan yang letaknya di seberang lokasi kejadian.

"Ketika kejadian itu saya sedang menaikkan barang bangunan ke mobil. Lalu, mendengar suara seperti benturan keras dan melihat ke seberang ada yang sudah tergeletak," katanya saat ditanya oleh Oditur di persidangan, Rabu (13/4/2022).

Zuhri juga menyebut kecelakaan itu melibatkan kendaraan roda empat dengan roda dua.

Saat kejadian, kata Zuhri, dua korban sudah tergelatak dengan posisi yang berbeda.

Baca juga: Terungkap Perbuatan Keji Kolonel Priyanto, Buang Handi Saputra ke Sungai Meski Merintih Kesakitan

"Yang laki-laki (korban) tergeletak di pinggir sedangkan perempuan (korban) di kolong mobil. Nah, yang laki-laki ini masih hidup karena saya melihat masih bernapas dada dan perutnya bergerak. Lalu, saya mengangkatnya dan menggotong bersama tersangka Kopda Andreas (pengemudi)," katanya.

Zuhri juga menjelaskan bahwa Handi terlihat luka lecet di bagian kaki.

Sedangkan kondisi Salsabila, katanya, sudah tak bergerak sama sekali dan terlihat kakinya patah serta luka parah di kepala sebelah kiri.

Dalam sidang, Zuhri mengaku bahwa dirinya menyuruh saksi lainnya untuk memvideokan dengan tujuan agar sebagai alat bukti jikalau dia mengangkat korban dan khawatir tersalahkan.

"Ya, saya bersama pengemudi yang menggotong dan saat itu belum ada polisi yang datang. Dan sekitar satu jam barulah polisi datang sementara para pelaku sudah pergi yang mengaku hendak membawa korban ke rumah sakit terdekat," katanya.

Para saksi pun mengira bahwa para pelaku ini hendak membawa korban ke rumah sakit atau puskesmas terdekat, semisal Puskesmas Limbangan atau Rumah Sakit Cicalengka.

Mobil Isuzu Panther hitam bernopo B 300 Q yang menabrak Handi Harisaputra (17) dan Salsabila (14) (kiri), sosok penabrak (kanan). (Instagram @infojawabarat)

Dalam persidangan itu juga, saksi Zuhri ditanyakan oleh oditur apakah benar bahwa tersangka yang dihadirkan ialah pengemudi yang saat ini bersamanya mengangkat korban, Zuhri pun menjawab dengan penuh keyakinan bahwa memang benar dialah orangnya.

Handi dibuang ke sungai meski merintih

Oditur Militer Tinggi II Jakarta, Kolonel Sus Wirdel Boy membacakan dakwaan terhadap Kolonel Inf Priyanto.

Kolonel Priyanto didakwa melakukan pembunuhan berencana terhadap Handi Saputra (17) dan Salsabila (14) atas kasus kecelakaan lalu lintas di Jalan Raya Nagreg, Jawa Barat.

Dalam sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Priyanto dijerat dakwaan gabungan dengan pasal primer 340 KUHP tentang pembunuhan berencana.

Kolonel Priyanto dijerat pasal 340 KUHP karena dari penyelidikan Puspom TNI Handi dibuang ke aliran Sungai Serayu dalam keadaan hidup.

Kejadian bermula pada 8 Desember 2021 saat Priyanto bersama dengan Koptu Ahmad Soleh dan Kopda Andreas Dwi Atmoko menaiki mobil melintas di Jalan Raya Nagreg menuju Yogyakarta.

Dalam perjalanan tersebut, mobil Isuzu Panther yang dikemudian Kopda Andreas Dwi Atmoko menabrak sepeda motor Satria FU yang dikemudian Handi dengan penumpang Salsabila.

Baca juga: Berseragam Lengkap Jalani Sidang Perdana, Kolonel Priyanto Didakwa Lakukan Pembunuhan Berencana

"Sekira pukul 15.30 WIB tiba di Jalan Raya Nagreg. Kendaraan yang dikemudian saksi dua bertabrakan dengan sepeda motor Satria FU," kata Wirdel di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Selasa (8/3/2022).

Kencangnya benturan mengakibatkan kedua korban terpental dalam keadaan Handi tergeletak dekat ban depan, sementara Salsabila masuk ke dalam kolong mobil Isuzu Panther.

Sejumlah warga di sekitar lokasi yang diperiksa jadi saksi oleh penyidik Puspom TNI sempat berupaya menolong korban sembari menunggu jajaran Unit Laka Satlantas setempat tiba.

Namun setelah beberapa saat ditunggu petugas kepolisian setempat tidak kunjung datang, sehingga Priyanto 'berinisiatif' membawa kedua korban dengan memasukkan ke dalam mobil.

Saat Handi hendak dimasukkan ke dalam bagasi tersebut empat warga yang jadi saksi mendapati Handi dalam keadaan hidup, bahkan sempat merintih menahan sakit akibat luka tertabrak.

"Saksi empat, lima, enam, dan tujuh melihat saudara Handi Saputra dalam keadaan hidup dan masih bernafas serta bergerak seperti merintih menahan sakit," ujar Wirdel membacakan dakwaan.

Baca juga: Oditur Militer Tinggi: Keterangan Ahli Forensik Dukung Dakwaan Pembunuhan Berencana Kolonel Priyanto

Sementara Salsabila yang dimasukkan ke bagian kursi penumpang sudah meninggal dunia, karena saat dicek oleh saksi remaja perempuan tersebut sudah tidak menghembuskan nafas.

Merujuk keterangan saksi, Wirdel menuturkan saksi mendapati Salsabila mengalami luka berat di bagian kepala sehingga mengalami pendarahan dan bagian kaki kanan patah.

"Saksi berkata jangan dulu dibawa sebelum ada petugas atau keluarga datang. Namun terdakwa memerintahkan saksi dua dan tiga untuk segera masuk ke dalam mobil," tuturnya.

Singkat cerita, Kopda Andreas dipaksa Priyanto untuk memacu kendaraan pergi dari lokasi kejadian hingga akhirnya tiba di aliran Sungai Serayu, Jawa Tengah lokasi kedua korban dibuang.

Akibat dibuang ke aliran Sungai Serayu tersebut Handi meninggal dunia, ini yang membuat Priyanto sejak penyidikan sudah disangkakan pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana.

Wirdel menuturkan kondisi Handi yang masih hidup saat dibuang ke Sungai Serayu juga diperkuat bukti medis berupa hasil autopsi tim dokter forensik pada laporan Visum et Repertum.

"Pemeriksaan terhadap jenazah Handi Saputra ditemukan fakta-fakta sebagai berikut. Pada bagian tenggorokan ditemukan pasir halus menempel di dinding rongga tenggorokan," lanjut Wirdel.

Selama jalannya sidang ini Priyanto yang dihadirkan di ruang sidang utama Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta dengan mengenakan pakaian dinas TNI tampak mendengarkan pembacaan dakwaan.

Priyanto yang kini ditahan di Rutan Pomdam Jaya dihadirkan ke ruang sidang Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta dengan pengawalan ketat sejumlah personel Polisi Militer.

Priyanto bantah lakukan pembunuhan berencana

Terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana terkait kecelakaan di Nagreg Jawa Barat, Kolonel Inf Priyanto, membantah perbuatannya membuang korban Handi Saputra dan Salsabila dilakukan secara sistematis.

Namun demikian, Priyanto mengakui delapan catatan Hakim Anggota Kolonel Chk Surjadi Syamsir terkait rangkaian perbuatannya tersebut.

Awalnya, Surjadi menanyakan kepada Priyanto apakah delapan poin yang diakuinya tersebut dilakukan secara sistematis dan sadar.

"Dari poin-poin tersebut ini tergambarkan suatu kegiatan yang sistematis dan sadar dilakukan. Apakah itu betul?" tanya Surjadi dalam sidang pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta pada Kamis (7/4/2022).

Priyanto kemudian menjawab bahwa perbuatan-perbuatannya tersebut merupakan naluri.

Tak puas dengan jawaban Priyanto, Surjadi menanyakan lagi apakah poin-poin catatan perbuatan yang telah diakui Priyanto tersebut dilakukan secara sistematis.

Priyanto kembali mengelak, menurutnya setiap orang yang telah melakukan perbuatan jahat pasti akan berpikir di antaranya menghilangkan jejak baik dengan membuang mayat atau mengganti cat mobil.

Surjadi kembali menanyakan pertanyaan serupa kepada Priyanto perihal perbuatan tersebut dilakukannya dengan sadar dan sistematis.

Priyanto kemudian mengakui bahwa perbuatan-perbuatannya dilakukan secara sadar.

"Kalau secara sadar ya pasti sadar. Paniknya kan di awal, begitu kita panik di awal, akhirnya punya keputusan untuk membuang, sudah dilaksanakan ya," kata Priyanto.

Namun ketika Surjadi mencecarnya lagi perihal rangkaian perbuatan tersebut dilakukan secara sistematis, Priyanto membantah.

Baca juga: Alasan Kolonel Priyanto Buang Sejoli, Ingin Lindungi Anggota dan Berpikir Jasad Hilang Dimakan Ikan

"Kalau bagian dari sistematis, saya tidak membuat sistematis. Itu bukan sistematis. Itu mengalir saja.  Kalau ada begitu otomatis dong, kami juga bagaimana sih cara menghilangkannya. Bukan sistematis," kata Priyanto.

Surjadi kemudian menggarisbawahi poin-poin yang menunjukkan bahwa  rangkaian perbuata Priyanto dilakukan secara sistematis di antaranya niat dan pemilihan sungai ketimbang di darat.

"Kalau langsung ke sungai karena berpikir kalau di sungai pasti hilang ke laut," kata Priyanto.

"Agar hilang kan korban?" tanya Surjadi.

"Siap. Bukan berarti itu sistematis seakan-akan saya, oh merencanakan. Tidak. Karena berpikir yang paling pas. Kalau kita taroh di jalan pasti ketahuan orang, ketemu. Ditanam ketemu juga. Kalau yang paling gampang, dibuang ke sungai," jawab Priyanto.

"Itu yang ada dalam pikiran terdakwa?" tanya Surjadi.

"Iya," jawab Priyanto.

"Dengan tujuan menghilangkan korban?" tanya Surjadi.

"Menghilangkan," jawab Priyanto.

Artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul SAKSI Sidang: Handi Masih Bernapas Saat Tabrak Lari Nagreg, Bersama Kopda Andreas Angkat ke Mobil

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini