Akhirnya, dia dan adiknya tinggal bersama tantenya Siti Manuwatah (37) di sebuah rumah kayu sederhana di Jalan Pangeran Bendahara Gang Pertenunan RT 02 Kelurahan Tenun, Kecamatan Samarinda Seberang.
Siti punya empat anak. Ditambah dua Musdalifah dan adiknya, sehingga dia merawat enam anak di rumah tersebut bersama suaminya. Pekerjaan suaminya hanya serabutan.
Saat belajar online, Musdalifah awalnya menggunakan sebuah ponsel bekas. Karena sering error, dia selalu ketinggalan pelajaran.
"Dia punya HP. Tapi sering error. Mati hidup mati hidup saat belajar online sampai rusak, enggak bisa pakai lagi," kata Siti.
Selama itu pula, keponakannya tak bisa belajar online karena tak ada ponsel. Siti mengaku tak punya uang untuk membeli yang baru.
Lebih kurang setahun berjalan, saat pembelajaran tatap muka dibuka, giliran seragam sekolah Musdalifah yang kekecilan. Badannya makin besar sehingga seragamnya sesak. Harus diganti, tapi Siti tak punya uang.
Karena tak ada seragam, Musdalifah tak ke sekolah. Siti berusaha mencari seragam bekas tetangga, tapi tak ada.
Akhirnya informasi itu tersebar hingga murid itu mendapat bantuan seragam dari para relawan sosial di Samarinda.
Senin (30/5/2022), hari pertama ujian kenaikan kelas dimulai. Namun, tim relawan baru membawa Musdalifah membeli seragam.
Setelah dibeli, keesokan harinya, dia masuk sekolah diantar oleh seorang relawan. Namun, setelah masuk ruang kelas, dia diminta pulang oleh guru.
Baca juga: Bantuan Kajati Kaltim untuk Musdalifah Bukti Jaksa Hadir untuk Masyarakat
Baca juga: Hubungan Terlarang Dua Kakek dengan Siswi SMP yang Berakhir Tragis
Sempat ikut ujian, tapi tidak naik kelas
Saat diusir pulang, seorang relawan bernama Mamat datang ke SDN itu dan memediasi agar Musdalifah tetap ikut ujian.
Dengan kondisi menangis, Musdalifah digiring masuk lagi ke dalam kelas menemui wali kelasnya.
Saat itu, Mamat meminta agar wali kelasnya mengizinkan Musdalifah tetap ikut ujian. Permintaan itu diterima, tapi dengan catatan Musdalifah tak naik.