TRIBUNNEWS.COM - Seorang siswa di Madrasah Tsanawiyah (MTs) di Kotamobagu, Sulawesi Utara (Sulut) tewas, diduga mendapat penganiayaan oleh rekan-rekannya.
Korban, BT (13), meninggal pada Minggu (12/6/2022) setelah dirujuk ke rumah sakit karena mengeluh sakit di bagian perut.
Kasus tersebut kini tengah ditangani oleh pihak kepolisian setempat.
Di mana kini telah ada beberapa pelaku yang ditangkap, dan belasan saksi yang diperiksa.
Sementara jenazah korban kini telah dimakamkan.
Bahkan Wakil Wali Kota (Wawali) Kotamobagu, Nayodo Koerniawan SH, menghadiri pemakaman BT di Kecamatan Kotamobagu Selatan, Senin (13/6/2022).
Lantas, berikut fakta-fakta terkait kasus tersebut, dikutip Tribunnews dari berbagai sumber:
1. Kronologi Awal
Polda Sulawesi Utara melalui Kabid Humas Polda Sulut, Julest Abraham Abast mengatakan soal dugaan awal mula terjadinya kasus ini.
Kejadian berawal saat korban dan pelaku terlibat cekcok, dikutip Tribunnews dari Tribun Kotamobagu, Kamis (16/6/2022).
Di mana disebutkannya, kejadian berkisar pukul 11.00 WITA dan 12.00 WITA,
"Artinya kemungkinan dugaan yang bersangkutan (korban) menyebut dengan sebutan bukan dengan nama aslinya (pelaku)."
Baca juga: Siswa MTs di Kotamobagu Tewas Dianiaya Temannya, Ternyata Ada Korban Lain, Pihak Sekolah Akui Lalai
"Inilah yang mengakibatkan awal mula dugaan pelaku melakukan penganiayaan secara bersama-sama dengan teman-teman sesama pelajar," jelas Abast.
Abast menambahkan, sifat yang dilakukan oleh para pelaku masih spontan dan kejadian ini terjadi pada saat menjelang waktu salat siang.
Pihaknya juga menyampaikan para pelaku sempat berkumpul dan melakukan penganiayaan kepada korban
Sejauh ini, polisi belum mendalami apakah ada motif-motif lain, apakah ada unsur balas dendam karena ada perselisihan sebelumnya.
"Jadi terus kita dalami karena proses ini baru berjalan," jelasnya.
2. Pelaku Masih di Bawah Umur
Kabid Humas Polda Sulut, Julest Abraham Abast juga menerangkan bahwa saat ini proses penyidikan dilakukan bersamaan dengan adanya pendampingan dari dinas perlindungan perempuan dan anak UPTD Kota Kotamobagu, pengacara, dan orang tua masing-masing.
Sementara itu, Kapolres Kotamobagu, AKBP Irham Halid menjelaskan, pihaknya sangat berhati-hati dalam menangani kasus ini.
Pasalnya, para pelaku juga masih termasuk anak di bawah umur.
"Kami harus hati-hati mengingat pisikologi anak, sehingga ada keterlibatan beberapa pihak," terang dia, Rabu (15/6/2022).
Kata dia, dalam penanganan kasus ini pihaknya melibatkan pendampingan UPTD Dinas P3A Kotamobagu, oragn tua, hingga Bapas Manado.
Dikutip dari Kompas.com, 18 saksi diperiksa dalam kasus ini, yakni guru, pihak sekolah, dan pelajar.
"Dari jumlah itu, sudah dikantongi beberapa terduga pelaku," kata Kabid Humas Polda Sulut, Kombes Pol Jules Abraham Abast.
Kata Jules, ada beberapa saksi yang diduga sebagai pelaku.
"Karena sebagian besar terduga pelakunya adalah pelajar, tentu kita saat ini bekerja sama dengan orang tua melakukan pengawasan terhadap para terduga pelaku," katanya.
Baca juga: Fakta Gadis Kotamobagu Meninggal Jelang Akad Nikah, Makanan sudah Dimasak dan Calon Suami Tak Muncul
3. Ibu Korban Buka Suara
Sebelum meninggal, saat pulang sekolah, korban menceritakan kepada orang tuanya peristiwa penganiayaan yang dialaminya.
Friska Cristy Mangkat, ibu BT mengatakan, korban dipukuli temannya dengan mata ditutup di sekolah.
"Dia bilang banyak (yang memukul) dengan mata ditutup. Kejadian di dalam sekolah, waktu itu dia (BT) habis ulangan," kata Friska.
Kepada ibunya, BT juga mengeluh sakit perut, dikutip dari Kompas.com.
Selanjutnya keluarga membawa korban ke rumah sakit untuk dirawat pada Sabtu (11/6/2022).
Korban kemudian diwajibkan mendapat perawatan di RSUP Kandou Malalayang karena terdapat kelainan di usus.
Kata Friska, awalnya anak tidak cerita kepada dirinya setelah dipukuli temannya.
BT, sambungnya, baru cerita setelah akan menjalani operasi.
Dengan kejadian itu, orang tua korban pun berharap polisi dapat melakukan proses hukum seadil-adilnya agar kejadian serupa tidak terjadi lagi di dunia pendidikan.
4. Pelaku Diancam dengan Hukuman Pidana 15 Tahun
Kasus tewasnya siswa MTs di Kotamobagu, ditangani penyidik kepolisian dengan mengacu pada UU Perlindungan Anak No 35 Tahun 2014.
Kabid Humas Polda Sulut, Kombes Pol Jules Abraham Abast mengatakan hal ini tak lain lantaran pelaku masih di bawah umur, dikutip dari Tribun Kotamobagu.
Baca juga: Kasus Siswa MTs di Sulut yang Tewas Usai Di-Bully, KemenPPPA Desak Sekolah Jamin Perlindungan Anak
Menurutnya, para pelaku diancam dengan hukuman pidana 15 tahun dan denda Rp13 miliar.
"Namun ini kembali kepada proses sistem peradilan anak, di mana hakim yang akan memutuskan terkait proses selanjutnya," jelasnya.
Abast menambahkan, dalam proses penyidikan ini telah dilakukan pemeriksaan permintaan visum et repertum dari pihak medis serta melakukan autopsi.
5. Polisi Sebut Korban Bukan Dibully
Kasus tewasnya BT pun sempat viral di sosial media, bahkan beredar BT disebut-sebut sebagai korban bullying.
Menanggapi hal itu, pihak kepolisian memberikan bantahan.
Kapolres Kotamobagu, AKBP Irham Halid mengatakan kasus ini adalah penganiayaan yang dilakukan terhadap korban.
"Jadi ini kasus penganiayaan bukan seperti informasi yang beredar yaitu Bullying," jelasnya, Senin (13/6/2022).
Halid mengatakan, teman-teman korban yang diduga menjadi pelaku sudah diamankan.
"Itu sudah kami jemput dan sudah kita ambil keterangan dengan pendampingan dari UPTD, dan yang paling tua itu mereka umur 14 tahun," jelasnya.
6. Disorot Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mengecam kasus penganiayaan terhadap seorang siswa Madrasah Tsanawiyah (MTs), usia 13 tahun, hingga menyebabkan korbannya meninggal dunia.
Sembilan anak menjadi terlapor dalam kasus penganiayaan yang terjadi di Kotamogabu, Sulawasi Utara tersebut, diberitakan Tribunnews sebelumnya.
“Kami berduka seorang anak meninggal akibat kasus penganiayaan di lingkungan sekolah oleh teman-teman korban sendiri. Kasus ini sangat menyedihkan, korban mendapatkan kekerasan di lingkungan yang sepatutnya aman dan jauh dari tindak kekerasan,” kata Menteri PPPA, Bintang Puspayoga melalui keterangan tertulis, Kamis (16/6/2022).
Bintang berharap penanganan kasus ini dapat dilakukan untuk memberikan rasa keadilan terhadap korban sekaligus anak sebagai terlapor dapat terpenuhinya hak Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH) selama proses hukum berlangsung.
(Tribunnews.com/Garudea Prabawati/Fahdi Fahlevi) (TribunManado.co.id/Rhendi Umar/Sriyani Buhang) (Kompas.com/Skivo Marcelino Mandey)