TRIBUNNEWS.COM, KOLAKA - Panglima Kodam (Pangdam) XIV Hasanuddin, Mayjen TNI Andi Muhammad menyoroti aktivitas pertambangan nikel ilegal yang terjadi di Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara.
Pasalnya aktivitas pertambangan nikel ilegal sangat merugikan negara hingga triliunan rupiah, baik dari sisi ekonomi maupun ekologi.
Sorotan ini disampaikan oleh Pangdam di sela-sela kunjungannya saat meninjau Proyek Strategis Nasional (PSN) fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) Nikel yang sedang dibangun oleh PT Ceria Nugraha Indotama (CNI) Group di blok Lapao-lapao, Kecamatan Wolo, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara, Senin (15/8/2022) seperti dikutip dari Kompas.TV.
Baca juga: Tiga Pendulang Tewas Tertimbun Material Longsoran Bekas Tambang di Solok Selatan
Menurutnya, aktivitas pertambangan nikel ilegal itu sangat merugikan negara hingga triliunan rupiah.
Juga kerugian dari sisi ekologi.
"Saya minta aparat yang punya wilayah hukum, mulai dari Polres, Gakum Kehutanan dan Pengawasan kelautan atau Polsus PWP3K (Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil) maupun Kejaksaan, serta Instansi terkait untuk bertindak tegas, ” kata Andi Muhammad.
Kata Pangdam, aktivitas pertambangan nikel ilegal seperti ini harusnya tidak dibiarkan dan perlu segera diusut.
“Tindakan semacam ini kan sama dengan melawan Pemerintah. Bayangkan, kalau sudah tidak ada izin, areal hutan ditambang secara illegal, laut ditimbun untuk membuat jalan operasinya, ini sangat merugikan negara. Saya yakin ini ada oknum yang membekingi. Nah, kita kan negara hukum, tidak boleh hal itu terjadi,” tegasnya.
Pangdam fokus terhadap aktivitas tambang nikel illegal karena negara dirugikan dari segi pajak maupun pendapatan negara yang bukan pajak.
Selain itu aktivitas ini juga berdampak pada kerusakan lingkungan dan ekologi yang parah.
Karena itu, dia akan memfokuskan perhatian terhadap aktivitas pertambangan nikel illegal oleh beberapa perusahaan tambang, karena tambang batuan mengolah nikel secara ilegal dalam kawasan hutan produksi.
Diketahui sejauh ini, Kementerian Investasi/BKPM telah mencabut 39 IUP (Izin Usaha Pertambangan) di Sulawesi Tenggara sesuai surat nomor 66/A.9/B.3/2022 tanggal 11 Maret 2022.
Pencabutan IUP tersebut merujuk pada arahan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Adapun dari 39 perusahaan yang dicabut izinnya di antaranya adalah izin nomor 20220302-01-57701, dengan nama pelaku usaha PT Babarina Putra Sulung, nomor IUP 08/DPM-PTSP/I/2018 yang diterbitkan Kadis PMTSP Sultra, tanggal 09 Januari 2018 yang berlokasi di Kabupaten Kolaka.
Kemudian surat izin 20220302-01-59213, dengan nama pelaku usaha PT Dharma Bumi Kendari, nomor IUP 154 Tahun 2010 yang diterbitkan Bupati Kolaka, tanggal 12 April 2010.
Juga surat izin 20220302-01-46849, dengan nama pelaku usaha PT Konawe Utara Indo Mineral Mining, Nomor IUP 220 Tahun 2012 yang diterbitkan Bupati Konut, tanggal 24 Mei 2012.
Sebelumnya, Penangkapan pelaku tambang ilegal dalam kawasan hutan produksi terus digalakan oleh Tim operasi yang terdiri atas Penyidik Balai Penegakan Hukum (Balai Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wilayah Sulawesi, Polda Sultra, dan Kejati Sultra.
Bahkan, Balai Gakkum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wilayah Sulawesi, pernah menyherahkan seorang direktur perusahaan tambang sebagai tersangka tambang nikel ilegal dalam kawasan Hutan Produksi Terbatas beserta barang bukti 3 (tiga) eksavator dan 3 (tiga) dump truck ke Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara.
>