TRIBUNNEWS.COM - Menkopolhukam, Mahfud MD menyebut Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selama ini kesulitan memeriksa keuangan Gubernur Papua Lukas Enembe.
Sulitnya melakukan pemeriksaan tersebut membuat BPK hampir selalu memberikan opini tidak menyatakan pendapat atau disclaimer untuk keuangan pemerintah Provinsi Papua.
Menurutnya, BPK selama ini kesulitan karena Gubernur Papua itu selalu tidak bisa diperiksa.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Mahfud MD saat konferensi pers di Kantor Kemenko Polhukam, Senin (19/9/2022).
"BPK selama ini tidak berhasil melakukan pemeriksaan karena selalu tidak bisa diperiksa."
"Bukti-bukti hukum mencari jalannya sendiri dan ditemukanlah kasus-kasus tersebut," kata Mahfud, dikutip dari tayangan YouTube KompasTV.
Baca juga: Didemo Ribuan Pendukung Gubernur Lukas Enembe, DPR Papua Janji Sampaikan Aspirasi
Seperti diketahui, Lukas Enembe telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan gratifikasi sejumlah Rp 1 miliar.
Namun, Mahfud mengatakan kasus yang menjerat Lukas Enembe bukan hanya terkait gratifikasi Rp 1 miliar.
Lukas Enembe juga disebut terseret kasus korupsi hingga ratusan miliar.
Ada beberapa kasus lain yang masih terus didalami, yakni terkait dana operasional pimpinan, penyelewengan dana pengelolaan Pekan Olahraga Nasional (PON), hingga pencucian uang.
"Ada kasus-kasus lain yang sedang didalami tetapi terkait dengan kasus ini."
"Misalnya ratusan miliar dana operasional pimpinan, dana pengelolaan PON kemudian juga adanya manajer pencucian uang yang dilakukan atau dimiliki oleh Lukas Enembe, " kata Mahfud.
PPATK Beberkan Transaksi Tak Wajar Lukas Enembe
Dalam kesempatan yang sama, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) membeberkan sejumlah transaksi mencurigakan terkait kasus dugaan korupsi yang menjerat Lukas Enembe.
Ada 12 temuan PPATK, salah satunya terkait setoran tunai yang diduga disalurkan Lukas Enembe ke kasino judi.
Nilainya ditaksir mencapai ratusan miliar rupiah.
"Sejak 2017 hingga saat ini PPATK telah menyampaikan sebanyak 12 hasil analisis kepada KPK, variasi kasusnya ada setoran tunai kemudian ada setoran melalui pihak lain angkanya satu miliar hingga ratusan miliar."
"Salah satu hasil analisis itu adalah terkait dengan transaksi setoran tunai yang bersangkutan di kasino judi senilai 55 juta dolar, atau Rp 560 miliar itu setoran tunai dalam periode tertentu," kata Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, Senin (19/9/2022).
Kemudian, PPATK juga menemukan setoran pembelian jam tangan mewah senilai setengah miliar secara tunai.
"PPATK juga menemukan adanya pembelian jam tangan dari setoran tunai tadi sebesar USD 55 ribu, itu Rp 550 juta," kata Ivan.
PPATK juga menduga, Lukas terlibat aktivitas perjudian di dua negara.
"PPATK juga mendapatkan informasi bekerja sama dengan negara lain dan ada aktivitas perjudian di dua negara yang berbeda," kata Ivan.
Atas kasus ini, PPATK telah membekukan sejumlah transaksi yang diduga dilakukan Lukas ke beberapa orang melalui 11 penyedia jasa keuangan (PJK).
Kesebelas penyedia jasa keuangan itu mencakup asuransi hingga bank, yang mana nilainya lebih dari Rp 71 miliar.
"Ada asuransi, ada bank dan kemudian nilai dari transaksi yang dibekukan PPATK dari 11 PJK adalah Rp71 miliar lebih," tuturnya.
Menurut PPATK, transaksi mencurigakan tersebut turut melibatkan putra Lukas Enembe.
"Transaksi yang dilakukan di Rp 71 miliar tadi mayoritas itu dilakukan di anak yang bersangkutan, di putra yang bersangkutan (Lukas Enembe)," ujar Ivan.
(Tribunnews.com/Milani Resti)