TRIBUNNEWS.COM - Kasus kematian karena gigitan anjing atau rabies di Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali, cukup tinggi.
Pada tahun 2022 ini sudah ada 12 orang di Buleleng meninggal karena rabies.
Anggota Komisi IX DPR RI atau yang membidangi kesehatan dari Dapil Bali, I Ketut Kariyasa Adnyana meminta Pemerintah Buleleng untuk segera menetapkan rabies sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB).
"Dengan tingginya kasus kematian akibat rabies, sudah semestinya ditetapkan sebagai KLB. Jika sudah KLB, berarti harus ada langkah-langkah serius," jelasnya pada Senin (5/12/2022) dikutip dari Kompas.com.
Penetapan rabies sebagai KLB di Buleleng akan membuat penyakit ini segera ditangani sehingga tidak ada lagi korban jiwa.
Baca juga: Warga di Buleleng Meninggal Setelah 2 Hari Dirawat di RS, 2 Bulan Lalu Sempat Digigit Anjing Rabies
Jika tidak segera ditangani akan berdampak pada sektor pariwisata di Bali yang kini sedang berusaha untuk bangkit.
"Jangan sampai rabies ini membuat image yang buruk, apalagi saat ini pariwisata Bali sudah mulai bangkit. Isu Covid-19 sudah reda, kemudian rabies digunakan oknum tertentu untuk menjatuhkan pariwisata," terangnya.
Selain ditetapkan KLB, pemerintah juga diminta membuat Peraturan Daerah (Perda) pencegahan dan penanganan rabies.
"Ini untuk jangka panjang, Pemda juga bisa mengumpulkan seluruh Kepala Desa untuk membuat Peraturan Desa soal rabies," pungkasnya.
Sekda Buleleng akan gelar rapat membahas rabies sebagai KLB
Rapat untuk membahas penetapan rabies sebagai KLB akan segera digelar setelah ada desakan dari Anggota Komisi IX DPR RI, I Ketut Karyasa Adnyana.
"Akan kami rapatkan apakah bisa ditetapkan kategori itu atau tidak. Kami lihat dulu kriteria KLB itu seperti apa," ujarnya dikutip dari TribunBali.com.
Menurutnya pemerintah daerah akan melihat kondisi aktual dilapangan sebelum menentukan penetapan rabies sebagai KLB.
"Kalau memang mendesak dalam produk hukum yang lebih tinggi, tentu akan kami ikuti. Tapi kami baca dulu kriterianya, memenuhi syarat atau tidak. Biar tidak opini yang digunakan sebagai produk hukum," tambahnya.
Baca juga: Hari Rabies Sedunia, Kenali Gejala pada Hewan dan Manusia Jika Terkena Rabies
Ia menjelaskan jika kasus kematian karena rabies di Buleleng sebagian besar terjadi karena korban tidak meminta Vaksin Anti Rabies (VAR) yang sudah disediakan di puskemas dan rumah sakit.
Suyasa juga mengklain persediaan VAR mencukupi yang didapatkan dari Pemprov Bali dan pengadaan yang dilakukan oleh Pemkab Buleleng sebanyak 7 ribu dosis.
"Rata-rata yang meninggal ini mengaku sudah dua bulan lalu digigit anjing. Bahkan sempat tidak mau mengaku. Saat digigit merasa lukanya sudah sembuh, jadi tidak minta VAR. Harusnya siapapun yang digigit HPR, harus minta VAR ke faskes. Kalau di VAR dengan waktu yang cepat, peluang untuk tidak kena rabies tinggi. Edukasi dan kesadaran ini harus ditumbuhkan," pungkasnya.
Sebelumnya, Kepala Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali, I Wayan Sunada mengatakan sudah membentuk tim khusus untuk mengatasi kasus rabies yang diberi nama Tim Siaga Rabies (Tisira).
“Terkait rabies itu kok di Buleleng terus-terusan? Padahal kita sudah bentuk Tim Siaga Rabies (Tisira) yang terdiri dari Perangkat Desa, Yowana dan Babinsa karena ini merupakan anjing peliharaan dibebasliarkan,” ujarnya dikutip dari TribunBali.com.
Baca juga: Hindari Risiko Kematian, Pemilik Hewan Penting Lakukan Vaksinasi Anti Rabies
Menurutnya jumlah anjing di Buleleng sangat banyak dan cara penanganan rabies akan disamakan dengan cara penanganan PMK beberapa bulan lalu.
“Jumlah anjing di Kabupaten Buleleng banyak sekali disana. Itu jumlah anjing peliharaan yang bisa kita data, kalau liar tidak bisa kita mendata. Kemarin kita bentuk tim Tisira hanya 3 sekarang kita bentuk banyak,” imbuhnya.
Ia juga menambahkan vaksin rabies di Kabupaten Buleleng sudah berjalan.
(Tribunnews.com/Mohay) (TribunBali.com/Ratu Ayu Astri/Ni Luh Putu Wahyuni) (Kompas.com/Ahmad Muzakki)