Ia menyinggung, masalah dari dunia bisnis yakni terkait perluasan penggunaan lahan, sehingga semakin mempersempit habitat orangutan di Batangtoru.
"Ini persoalannya adalah karena rendahnya produktivitas. Misalnya dalam (bisnis) pertanian. Sehingga membutuhkan lahan yang luas," katanya.
Onrizal kemudian menuturkan, perlu adanya intervensi teknologi dalam mendorong peningkatan produktivitas itu.
"Sehingga kita tidak perlu lahan yang luas. Sehingga tekanan terhadap habitatnya itu menjadi kecil," ungkapnya.
Baca juga: KLHK Berjanji Akan Mengecek Deforestasi di Batangtoru Tapanuli Selatan
Ia menyinggung, hal itu bisa direalisasikan juga melalui kebijakan dari Pemerintah.
"Dunia bisnis itu akan tergantung dengan baik atau tidaknya ekosistem alamnya. Karena itu akan saling berhubungan," jelasnya.
Sebelumnya, Direktur Green Justice Indonesia Dana Tarigan angkat bicara terkait upaya yang perlu dilakukan Pemerintah untuk menangani berbagai ancaman terhadap ekosistem hutan Batangtoru, di Tapanuli Selatan, Sumatera Utara.
Dana mengatakan, Pemerintah setempat perlu mengkaji ulang pemberian izin operasi perusahaan yang ada di Batangtoru saat ini.
"Pertama itu harus di-review izin yang ada saat ini. Di zona-zona inti gitu ya dan memang sudah akan banyak eksploitasi kedepannya, itu memang harus segera di-review. Jangan diteruskan," kata Dana, saat ditemui, Sabtu (3/12/2022).
Bahkan, Dana meminta Pemerintah setempat untuk tidak menerima dulu investasi yang akan masuk kedepannya.
"Lalu, coba menahan dulu semua investasi yang akan masuk kedepan. Siapa tau ada yang masuk, itu harus ditahan dulu. Jangan masuk karena ini sudah sangat mengkhawatirkan," tegasnya.
Ia kemudian menuturkan, karena kondisi lanskap Batangtoru yang kian mengkhawatirkan, Pemerintah perlu melakukan penindakan hukum terhadap pelaku perusakan.
"Baik itu ilegal atau legal," ujarnya.
Selanjutnya, Dana meminta agar Pemerintah dapat mendengarkan masyarakat lokal yang memiliki kearifan lokal, pengetahuan empiris, yang sudah turun temurun terbukti bisa melindungi hutan.