TRIBUNNEWS.COM, GARUT - Tiktik Sartika (53) mengungkapkan kelulusannya menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dibatalkan.
Tiktik Sartika adalah seorang guru honorer di Kabupaten Garut Jawa Barat.
Baca juga: CPNS 2023 Dibuka untuk Umum, Formasi Tenaga Kesehatan dan Pendidikan Jadi Fokus Pemerintah
Tiktik menuturkan, sebelum pengumuman, ia telah menerima edaran bahwa dirinya dinyatakan lolos PPPK prioritas satu (P1), ditempatkan di sekolah tempatnya mengajar yakni di SMA Negeri 23 Pakenjeng, Kabupaten Garut, Jawa Barat.
"Waktu itu saya sudah dinyatakan lolos, ada semacam edaran gitu PDF, ternyata saya termasuk salah satu dari tiga ribu sekian yang P1, tapi digagalkan, dibatalkan," ujarnya kepada Tribunjabar.id di Aula Paseban Tarogong Kidul, Kabupaten Garut, Jumat (10/3/2023) sore.
Ia menuturkan, informasi awal bahwa dirinya dinyatakan lolos PPPK sempat membuat bahagia keluarga dan anak-anaknya.
Kebahagiaan tersebut menurutnya merupakan jawaban atas doa-doa dan harapannya yang selama 33 tahun mengabdi sebagai guru honorer.
Namun kebahagiaannya itu tidak berlangsung lama, ia sendiri sempat tidak percaya bahwa kelolosannya menjadi PPPK dibatalkan.
Baca juga: 771 CPNS Papua Barat Kepung Kantor Gubernur, Tuntut Kejelasan soal SK Pengangkatan PNS
"Memang malu dan memang sakit, ketika saya melihat (teman) yang lima orang itu lulus passing grade dapat penempatan. Nah hanya saya seorang yang dibatalkan," ungkapnya.
Atas kejadian itu, Tiktik berharap, ia dan teman-temannya yang terdampak pembatalan, seluruhnya bisa kembali ditempatkan dan dicabut pembatalannya.
Titik mengaku ia hanya orang kecil, yang saat ini hanya bisa mengadu kepada pimpinannya.
Anggota Komisi V DPRD Jawa Barat, Enjang Tedi mengatakan, pembatalan tersebut tidak hanya terjadi di Garut namun di sejumlah wilayah di Jawa Barat.
Di Kabupaten Garut sendiri ada 29 orang guru yang dibatalkan, dan di Jawa Barat ada 403 orang yang bernasib sama.
Baca juga: Seleksi CASN 2023 Termasuk CPNS Bakal Dibuka untuk Umum, Berikut Penjelasan Menpan RB
"Memang kita melihat bahwa ini melanggar undang-undang, karena tidak ada kepastian hukum, kemudian tentu Panitia Seleksi Nasional tidak profesional," saat ditemui Tribunjabar.id di Aula Paseban, Tarogong Kidul, Kabupaten Garut.
Ia menuturkan, hasil penelusurannya ke Kemendikbud disebutkan bahwa pembatalan tersebut karena adanya sanggahan dari peraih nilai lainnya.