TRIBUNNEWS.COM - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kulon Progo menyiapkan lokasi pengungsian di empat kelurahan di Kabupaten Kalibawang bagi masyarakat Magelang, Jawa Tengah yang terdampak erupsi Gunung Merapi.
Selain di empat kelurahan tersebut, BPBD Kulon Progo nantinya juga akan memanfaatkan gedung sekolahan sebagai tempat pengungsian.
"Kita lihat situasi dan kondisi, kalau memang sudah ada pengungsi sementara (disiapkan) empat kelurahan."
"Selanjutnya kita arahkan ke gedung sekolahan yang dimanfaatkan untuk pengungsian," ucap Kepala Pelaksana BPBD Kulon Progo Joko Satyo Agus Nahrowi, dikutip dari Tribunjogja.com, Senin (13/3/2023).
BPBD yang menyipakan lokasi pengungsian tersebut sebagai langkah atisipasi karena berkaca pada kejadian serupa pada tahun 2010 silam.
Baca juga: Status Gunung Merapi Masih Siaga Meski Aktivitas Menurun, Guguran Awan Panas ke Kali Bebeng
"Dampak secara langsung kita tidak terkena erupsi Gunung Merapi. Tapi langkah antisipasi kita bila ada pengungsi dari Magelang."
"Berkaca dari pengalaman 2010, mereka juga mengungsi di wilayah kita," kata Joko.
Terkait hal tersebut, pihaknya juga masih menunggu informasi dari BPBD Magelang bila ada pengungsi yang tidak bisa tertampung di sana.
BPPTKG Sebut Ada Deformasi dan Berpotensi Longsor
Dikutip dari Tribunjogja.com, Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) mengungkapkan bahwa terjadi deformasi atau perubahan bentuk gunung di sisi barat laut Gunung Merapi.
Kepala BPPTKG Yogyakarta, Agus Budi Santoso, mengatakan berdasarkan hasil pemantauan, menunjukkan terjadinya deformasi di luar area kubah lava yakni terpusat di sisi barat laut.
"Ini sesuatu yang unik, namun juga berpotensi bahaya sehingga kami harapkan dapat meningkatkan kesiapsiagaan bagi masyarakat," kata Agus, Senin (13/3/2023).
Dari hasil pemantauan dalam kurun sekitar dua tahun, terjadi deformasi sebesar 15 meter pada sisi barat laut Gunung Merapi.
Kondisi tersebut, kata Agus berpotensi menimbulkan longsor di kawasan itu.
"Ini berpotensi untuk longsor karena 15 meter ini pergerakan yang cukup besar," jelasnya.
Gunung Merapi Luncurkan 60 Kali Awan Panas Guguran
Terhitung sejak Sabtu (11/3/2023) lalu, Gunung Merapi tercatat sudah meluncurkan 60 kali awan panas guguram hingga Senin (13/3/2023) pagi.
Jarak luncur awan panas guguran tersebut mencapi 3,7 km dari puncak Gunung Merapi.
"Hingga saat ini tercatat 60 kejadian awan panas guguran di Gunung Merapi," kata Kepala BPPTKG Yogyakarta Agus Budi Santoso, dikutip dari Tribunjogja.com, Senin (13/3/2023).
Hingga kini, status Gunung Merapi masih berada di level III atau siaga.
Potensi bahaya saat ini berupa guguran lava dan awanpanas guguran pada Kali Woro sejauh 3 km dari puncak, Kali Gendol sejauh 5 km dari puncak, Kali Boyong sejauh 5 km dari puncak, Kali Bedog, Krasak, Bebeng sejauh 7 km dari puncak.
"Sedangkan lontaran material vulkanik jika terjadi erupsi eksplosif dapat menjangkau radius 3 km dari puncak Merapi," sambungnya.
BPPTKG juga mengimbau masyarakat untuk mewaspadai bahaya lahar terutama saat terjadi hujan di puncak.
Belum Ada Rekomendasi Naikkan Tingkat Aktivitas Gunung Merapi
Pada Senin (13/3/2023) pagi ini, dalam pengamatan selama pukul 00.00-06.00 WIB, tidak ada aktivitas vulkanik dalam dan dangkal.
Meski demikian, kata Agus, belum ada rekomendasi untuk menaikkan tingkat aktivitas Gunung Merapi dari level III atau siaga menjadi awas.
Penentuan kenaikan status tersebut berdasarkan pada aktivitas ancaman bahaya pada masyarakat.
Potensi bahaya saat ini diketahui berupa guguran lava dan awan panas pada sektor selatan-barat daya.
Sektor itu meliputi Sungai Boyong sejauh maksimal 5 km, Sungai Bedog, Krasak, Bebeng sejauh maksimal 7 km.
Baca juga: PMI Bagikan 7.500 Masker kepada Masyarakat Terdampak Erupsi Gunung Merapi
Sektor tenggara meliputi Sungai Woro sejauh maksimal 3 km dan Sungai Gendol 5 km.
Sedangkan, lontaran material vulkanik bila terjadi letusan eksplosif dapat menjangkau radius 3 km dari puncak.
“Jadi, aktivitas vulkanik yang menjadi sumber ancaman kepada masyarakat akan dievaluasi."
"Aktivitas saat ini belum mengubah rekomendasi bahaya setahun terakhir,” terangnya.
(Tribunnews.com/Rifqah) (Tribunjogja.com/Yuswantoro Winduajie/Sri Cahyani Putri)